Lihat ke Halaman Asli

Simpang Siur Pelaksanaan Alokasi 20% APBD untuk Pendidikan Sesuai Amanat UUD 1945

Diperbarui: 10 September 2018   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam pelaksanaan 20% dari total APBD yang seharusnya dialokasikan untuk dana pendidikan sesuai amanat UUD 1945, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Kota/Kabupaten) di seluruh wilayah NKRI masih banyak terjadi pelanggaran atau dengan kata lain belum semuanya terlaksana. 

Sejak disahkannya undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat 1 yang mengatur bahwa dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan,minimal wajib dialokasikan dana 20% dari APBN dan APBD hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah sepenuhnya melaksanakan. bahkan menurut menteri pendidikan Muhajrin Effendy pada 2017 DKI Jakarta mengalokasikan dana 27,7% dari total APBD sebesar Rp. 70,1 triliun untuk pendidikan.

Sedangkan pemerintah daerah lain, sampai hari ini masih rendah mengalokasikan APBD untuk pendidikan. Bahkan yang terjadi, banyak daerah yang mendapat transfer dana berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, justru memasukan DAU dan DAK menjadi bagian APBD-nya. Sehingga seolah-olah daerah tersebut telah mengalokasikan APBD untuk pendidikan mencapai 20 persen. Padahal, seharusnya anggaran 20 persen untuk pendidikan itu harus berasal dari APBD murni daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Baiklah, saya kira cukup untuk data-data tentang alokasi dana pendidikan 20% dari APBN dan APBD sesuai amanat UUD 1945. akan lebih seru, miris dan mengundang rasa iba jika kita menyimak kisah di tahun 2004 berikut ini:

Mulyono. seorang siswa SMAN 2 Pare,Kediri yang pada Juli 2004 meraih Juara ketiga dan berhak atas medali perunggu dalam Olimpiade Biologi Internasional (IBO). Untuk sampai ke tingkat internasional, Mul, demikian panggilan akrabnya,  telah menjadi juara di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Prestasi membanggakan itu membuatnya diterima di Program Studi  Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui program ujian  saringan masuk (USM). 

Kenyataan itu bukannya membuat dia gembira, malah  bingung. karena beasiswa yang diberikan dari Kemendikbud waktu itu hanya cukup untuk pendaftaran dan uang gedung sedangkan untuk SPP dan uang kos (karena mulyono tidak punya saudara di Bandung). 

Sedangkan Mulyono sendiri Ayahnya sudah meninggal sejak ia berusia selapan. sedangkan ibunya harus bekerja sebagai pembantu di Surabaya. jadi selama ini Mulyono hanya tinggal di Pare,Kediri dengan neneknya yang sudah tua renta. namun kebingungan yang Mulyono rasakan tidak membuatnya putus asa.

Mulyono mengajukan beasiswa ke PT Sampoerna, yang juga berakhir dengan penolakan. selanjutnya demi membantu Mulyono, Dengan sukarela para guru pembimbing di sekolahnya, SMAN 2 Pare,Kediri mengarahkannya dan membantu  kebutuhannya jika Mul akan berangkat ke Bandung untuk pembinaan di ITB.  Para guru pembimbing adalah tempat bertanya bagi Mulyono. 

Kepada mereka, Mulyono bisa berterus terang tentang berbagai hal, termasuk kesulitan yang dialaminya. hingga berita dan kisah Mulyono ini masuk ke lingkungan Media dan banyak donatur yang pada akhirnya secara sukarela membantu. kabar terakhir menyebutkan kini Mulyono sudah menjadi staf ahli penelitian di bidang pertanian.

Masih ada banyak kisah seperti yang dialami oleh Mulyono dan bahkan banyak juga yang pada akhirnya putus asa dan tidak seberuntung Mulyono. dan saya sebagai penulis akan kembali dengan tulisan bertema pendidikan dan kisah-kisah yang lainnya setelah mendapatkan informasi dan kisah yang lebih tragis lagi dari Bibi saya yang merupakan saudara dari Ibu saya, yang kebetulan saat ini masih menjadi guru matematika bersertifikasi di SMP Negeri 1 Kabupaten Lumajang yang kebetulan beliau juga selalu ditugaskan ke Jakarta untuk ikut merumuskan soal-soal Ujian Nasional.

Pada dasarnya,tujuan saya menulis seperti ini semoga saja kelak. Pemerintah Pusat di Jakarta bisa menekan,memaksa,dan memberikan sanksi(jika tidak melaksanakan) kepada pemerintah daerah untuk banyak membantu siswa berprestasi. Bahkan bukan hanya siswa saja namun juga orang-orang yang punya prestasi dan atau keahlian dalam segala bidang untuk bisa lebih diperhatikan dan dibantu kesulitan dan kendala yang dihadapi oleh mereka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline