Lihat ke Halaman Asli

Sidik Wajah Gayus

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangat 'mirip' Gayus

Kepolisian Republik Indonesia terkesan gagap dan kelabakan setelah foto seseorang yang diduga sebagai Gayus terpublikasikan sedang menonton pertandingan tenis di Bali, padahal pada saat yang sama seharusnya Gayus sedang berada didalam kurungan sel tahanan di Mako Brimob Kelapa Dua.

Kegagapan yang terkesan ingin mencitrakan sikap Kepolisian yang sangat mengedepankan sikap kehati-hatian yang tidak gegabah, sembari ingin juga menonjolkan kesan seolah-olah sangat menjunjung tinggi keadilan yang mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Sesungguhnya sikap yang dipertontonkan oleh pihak Kepolisian dalam kasus foto Gayus tersebut bukanlah yang pertama kalinya dipertontonkan kepada publik. Pada beberapa saat yang lalu, gaya dan model serupa dipertontonkan juga pada kasus video porno dengan pelaku yang diduga diperankan oleh Ariel Peterporn dan Luna Maya serta Cut Tari.

Pada kasus video porno tersebut, sebagian dari kalangan publik sampai ada yang menyarankan untuk melakukan uji ciri terhadap alat kelamin miliknya Ariel Peterporn dan Luna Maya serta Cut Tari, lantaran publik sudah gemas melihat pihak Kepolisian yang mempertontonkan sikap seolah-olah tak berdaya dan kehilangan akal untuk menyatakan sikap akan kebenaran pelakunya.

Sikap pihak Kepolisian dalam kasus Gayus dan video porno tersebut, oleh beberapa kalangan dinilai merupakan sikap yang sungguh berkebalikan dengan sikap Kepolisian dalam menangani kasus Islam Terorisme.

Berkait dengan foto Gayus tersebut, sesungguhnya telah ada pakar telematika yang memberikan solusi dalam melakukan uji forensik untuk mengidentifikasikan kebenarannya.

Disamping usulan solusi itu, jika ditelisik lebih jauh lagi maka sesungguhnya yang disebut sebagai forensik wajah itu bukanlah sesuatu yang terlampau sulit dilakukan, mengingat teknologi biometrik wajah telah meluas pemakaian teknologinya.

Teknologi biometrik wajah atau sidik wajah ini tak lagi hanya dipergunakan secara terbatas dilingkungan dunia inteljen saja, namun sudah diterapkan untuk keperluan sipil yang sedemikian meluas.

Bahkan untuk keperluan absensi karyawan pun sudah ada yang menggunakan teknologi ini. Mesin absensi karyawan dengan teknologi ini bahkan di pasaran sudah dijual dengan harga yang tak sampai ke bilangan harga sepuluh jutaan rupiah.

Dan, pihak instansi Imigrasi di negara ini pun juga menerapkan teknologi ini keperluan paspor bagi warganegaranya.

Sehingga tentunya dengan beberapa modifikasi penyesuaian, diyakini dengan teknologi yang sama dapat dipergunakan juga untuk keperluan forensik Kepolisian.

Atau, barangkali jika pihak Kepolisian masih gagap dengan penggunaan teknologi yang seperti itu, bisa juga dicoba dengan cara yang lebih sederhana dan tradisional serta kuno.

Sebagaimana diketahui, banyak di kalangan pengguna komputer yang suka iseng mengoprek wajah seseorang berdasarkan beberapa foto yang tersedia.

Maka dengan cara yang sama, dimana di foto wajah dari seseorang yang diduga mirip Gayus dilakukan crooping terhadap rambut dan kacamatnya, lalu hasil crooping rambut dan kacamata tersebut ditempelkan di foto Gayus yang diyakini 100% merupakan foto aslinya Gayus, diharapkan dapat memperlihatkan bahwa foto Gayus yang di Bali itu merupakan foto dari Gayus yang sebenarnya.

Cara yang hampir serupa, yaitu melukis sketsa wajah dalam berbagai versi penyamarannya dengan memakai kumis atau jenggot atau jambang atau kacamata atau surban atau jilbab atau yang lain sebagainya, sebenarnya telah diterapkan oleh kepolisian di negara manapun juga untuk mengenali pelaku kejahatan. Cara tersebut juga telah dipakai untuk mengenali Muslim atau Muslimah yang ditengarai sebagai teroris yang menyamar.

Namun, mengapa dalam kasus Ariel Peterporn, Luna Maya, Cut Tari, Gayus, terkesan pihak kepolisian menerapkan hal yang berbeda dengan yang diterapkannya untuk Islam Teroris ?.

Berkait dengan itu, menjadikan beberapa kalangan menengarai bahwa sesungguhnya bukan soal kesulitan teknologi atau ketidak berdayaan atau kehabisan akal yang menyebabkan pihak Kepolisian Republik Indonesia menerapkan standar ganda yang berbeda antara kasus-kasus tersebut diatas.

Hal itu lebih ke soal kemauan dan cara pandang terhadap kasus tersebut. Teristimewa lagi, di soal adanya perbedaan kepentingan dari beberapa pihak terkait dengan kasus-kasus tersebut yang harus dilindungi dan/atau diakomodasi oleh pihak Kepolisian. Termasuk juga kepentingan internal dari institusi Kepolisian itu sendiri.

Nah, persoalannya adalah pihak-pihak mana yang ingin dilindungi dan/atau diakomodasi oleh pihak Kepolisian dalam kasus foto Gayus tersebut ?.

Wallahualambishshawab.

*

  • Foto ilustrasi dicopypaste dari  sini dan  sini .

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline