Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Hamil Tua

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batam.01

Belum kering tinta menuliskan tentang tragedi Priok 2010, sudah menyusul di Tanjung Uncang Batam muncul peristiwa yang berbeda namun bernuansa sama.

Tanjung Uncang sebuah tempat dimana berlokasi delapan puluh persen dari sekitar 70-an perusahaan industri perkapalan (shipyard) yang ada di seluruh Batam.

Batam dalam dua tahun terakhir ini memang lagi menjadi salah satu primadona bagi kalangan industri shipyard.

Sewa lahan yang relatif murah dan jarak antara Batam dengan Singapura yang relatif dekat serta ditambah dengan fasilitas kemudahan di soal pajak telah menjadi faktor yang menguntungkan dalam pengadaan bahan pembuatan kapal, yang lebih dari tujuh puluh persennya masih harus diimpor dari Jepang dan Eropa melalui Singapura.

Di hari Kamis tanggal 22 April 2010, sekitar pukul 10.00 WIB, dari sebuah aksi demo yang dilakukan oleh ribuan karyawan PT Drydocks World Graha, tiba-tiba sontak berubah menjadi kerusuhan.

Konon menurut kabar, kerusuhan itu dipicu dari kalimat bernada pelecehan yang diucapkan oleh salah seorang pekerja asing asal India.  Pernyataan semua orang Indonesia bodoh diucapkannya pada saat briefing rutin di bagian piping.

Kerusuhan itu terjadi akibat seorang manajemen PT Drydock menghina pekerja. Orang India itu menyebutkan orang Indonesia bodoh, maka kami marah”, kata salah seorang pekerja.

Dia bilang orang Indonesia bodoh. Ini harga diri bangsa, makanya kita marah semua”, kata seorang pekerja lainnya.

Dasar bangsa Indonesia bodoh. Bangsa terbodoh di dunia”, kata salah seorang pekerja lainnya lagi yang mencoba menirukan pernyataannya pekerja asing itu.

Kerusuhan pun kemudian meluas. Sejumlah petugas keamanan perusahaan di perusahaan itu tidak mampu membendung amuk ribuan karyawan yang merangsek dan merusak serta membakar bangunan dan belasan kendaraan.

Hanya berselang 30 menit, kerusuhan itu sudah meluas ke hampir seluruh pekerja di galangan yang jumlahnya mencapai lebih dari 10.000 orang itu.

Akibatnya, aparat keamanan gabungan dari Polri dan TNI yang datang ke lokasi tak dapat berbuat banyak, sehingga para pekerja asing pun terpaksa harus diungsikan dan dievakuasi dari lokasi itu melalui jalur laut.

Untunglah, Kapoltabes Barelang Kombes Leonidas Braksan yang turun langsung ke lokasi kejadian, berhasil mengendalikan kemarahan massa sehingga kerusuhan tak sampai meluas ke seluruh Batam.

Persoalan ini biar saya yang selesaikan dengan manajemen, pihak imigrasi dan Departmen Tenaga Kerja. Bagi orang asing yang melecehkan Indonesia, mereka kita suruh keluar, setuju keluar semua. Supaya kita bekerja baik, perusahaan dengan baik”, kata Kapoltabes dalam orasinya yang mencoba menenangkan massa.

Akan kita proses. Kita kenakan pasal penghinaan karena sudah menyulut pertikaian dengan kata-kata kasar”, janji Kapoltabes kepada massa.

Walhasil, Batam pun kembali dapat ditenangkan.

Sebenarnya waktu itu iklim dan atmosfer di propinsi Kepri (Kepulauan Riau) memang lagi cukup panas, mengingat pada saat yang bersamaan di lokasi yang berbeda juga terjadi aksi pendudukan atas Kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kepri yang dilakukan oleh massa dari Komite Rakyat Pemilu Bersih.

Sesungguhnya, dalam lingkup nasional pun iklim dan atmosfer lagi memanas. Kasus demi kasus, skandal demi skandal, peristiwa demi peristiwa, saling susul menyusul.

Sesungguhnya, apa yang sedang terjadi di Indonesia ?.

Sebagian kalangan menyebutnya dengan istilah ‘Indonesia sedang hamil tua’, sedangkan kalangan lainnya lagi mengistilahkan iklim dan atmosfer yang demikian itu dengan ungkapan bagaikan ‘bara dalam sekam’.

Disebagian masyarakat yang hidup di komunitas yang kental nuansa budaya Jawanya, suasana yang demikian itu disebutkan dengan ungkapan jagad gede sedang gonjang-ganjing dimana jagad cilik menjadi terombang-ambing.

Lalu, apa penyebabnya sehingga terjadi keadaan yang demikian itu ?.

Sebagian kalangan yang menyukai teori konspirasi mengatakan karena ada sekelompok elit politik yang sedang mengadakan kesepakatan dan konspirasi untuk menjatuhkan rezim pemerintahan yang sekarang ini.

Istilah kerennya, para dracula yang haus darah sedang mempersiapkan tindakan makar dan subversib terhadap rezim pemerintahan yang resmi dan sah.

Mungkin ada baiknya, teori konspirasi yang menuduh adanya drakula ini dikesampingkan terlebih dahulu, mengingat antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya belum menunjukkan adanya tokoh yang sama sebagai sutradara dan dalang dibelakang semua peristiwa itu.

Sebagian kalangan yang lainnya, ada juga yang mengatakan bahwa semua ini karena kesalahan dari Presiden SBY dan para stafnya dalam memilih hari pelantikannya.

Selasa, tanggal 20 Oktober 2009, adalah hari dimana pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan.

Menurut kalangan itu, penentuan hari dan tanggal pelantikan itu tidak tepat jika dihitung berdasarkan teori primbon Jawa. Entah bagaimana cara menghitungnya, tapi yang jelas menurut mereka hasil perhitungannya menunjukkan hasil yang merujuk ke naas atau sial.

Di sebagian kalangan yang lainnya lagi, mengatakan hal yang berbeda namun serupa. Kalangan ini mengatakan secara sederhana saja bahwa causa primanya adalah di soal hari Selasa.

Sebagaimana diketahui, hari Selasa ini memang merupakan hari dimana banyak kalangan mencoba menghindarinya untuk keperluan memulai atau melakukan sesuatu pekerjaan yang besar.

Di sebagian kalangan masyarakat Tionghoa, konon menurut kabar, memang menghindari hari Selasa ini untuk mengadakan kesepakatan atau deal bisnis.

Juga di hampir kebanyakan pekerja konstruksi bangunan, terutama pekerja yang berasal dari orang Jawa, sangat menghindari hari Selasa ini untuk hari memulai pengerjaan sebuah bangunan konstruksi.

Terlepas dari perdebatan benar atau salahnya teori ini, namun mungkin ada baiknya jika teori tentang primbon jawa dan naasnya hari Selasa ini juga dikesampingkan.

Mengingat banyak kalangan yang menyebut teori ini sebagai sebuah kepercayaan takhayul yang dapat menggelincirkan keimanan dan ketauhidan menuju ke kemusryikan dan kesyirikan.

Disamping penjelasannya sulit diterima oleh nalar serta logikan manusia biasa, teori ini juga belum ada hasil uji empirisnya sehingga tidak memenuhi syarat secara kaidah ilmiah.

Terus, apa penyebab yang dapat diterima nalar dan logis serta ilmiahnya ?.

Terlepas dari perdebatan soal takhayul dan bid’ah serta khurafat, sesungguhnya semua ini terkait dengan soal jagad gede dan jagad cilik.

Dalam arti kata, jagad gede itu adalah iklim dan atmosfer serta suasana politik nasional yang berpadu dengan suasana kebatinan masyarakat diimbuhi dengan keadaan peri kehidupan di kesehariannya individu anggota masyarakatnya itu.

Semua itu berpadu dan tersimpan didalam diri setiap individu masyarakat sebagai jagad ciliknya.

Suasana dan keadaan dari jagad gede dan jagad cilik yang demikian itu telah membuat yang terlihat di pemukaan tampak tenang, namun sesungguhnya dibawahnya berpusar sesuatu yang berpotensi eksplosif.

Akibatnya, setiap individu anggota masyarakatnya secara emosinya menjadi mudah terpatik oleh pemicu yang membangkitkan potensi meletupkan daya eksplosifnya itu.

Inilah yang menjadikan mengapa sampai ada kalangan yang menyebutkan bahwa istilah ‘Indonesia sedang hamil tua’.

Lalu, kapan kira-kira waktu kelahiran dari kehamilannya itu ?.

Tak ada nujum yang dapat menebak dengan pasti, bahkan sekalipun seorang dokter spesialis ahli kandungan juga hanya mampu memberikan ancar-ancar waktunya.

Namun dalam setiap kehamilan selalu ada kemungkinan terjadinya kelahiran prematur.

Jika melihat momentum di hari ke depan ini, ada yang berpotensi menjadikan terjadinya kelahiran prematur.

Sebagaimana diketahui, 1 Mei adalah Hari Buruh yang biasanya setiap tahun selalu diperingati dengan demo besar-besaran dari kalangannya kaum buruh.

Perlu diingat, peristiwa bentrokan Priok dan kerusuhan Batam masih bisa dilokalisir dikarenakan pada dua peristiwa itu sudah dapat diredakan situasinya sehingga jajaran aparat negara masih belum terpaksa sampai harus mengeluarkan timah panas dari ujung laras senapannya.

Mungkin dua peristiwa itu akan lain ending ceritanya, jika sampai ada timah panas yang menembus tubuh sehingga ada satu atau dua orang korban nyawa sebagai martir.

Ringkasnya, letupan di dua peristiwa itu belum melahirkan adanya martir.

Jadi, kelahiran akan ditandai dengan terlebih dahulu jatuhnya korban sebagai martir ?.

Jika merujuk pada peristiwa di tahun 1966 dan tahun 1998, maka memang begitu. Jatuhnya korban jiwa sebagai Martir merupakan tanda awal dari sudah dekatnya waktu kelahirannya.

Berarti, jika martir tak kunjung ada maka kelahiran pun tak akan pernah ada?.

Bisa jadi begitu. Namun dalam teori ilmu kedokteran, jika kelahiran yang terlalu tua akan membahayakan jiwa janin dan ibu yang mengandungnya.

Maka, biasanya dokter dengan pertimbangan menyelamatkan jiwa janin dan ibu yang mengandungnya, akan segera memutuskan untuk melakukan cara kelahiran yang abnormal.

Dokter akan melakukannya dengan cara induksi ataupun juga dengan tindakan bedah caesar.

Nah, persoalannya itu adalah perlukah cara kelahiran yang abnormal ataukah harus ditunggu saja sampai detik terakhir bagi kelahiran secara normal.

Untuk itu, adakah diantara rekan kompasianer yang dapat menjawabnya ?.

Wallahualambishshawab.

*

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline