Boediono ditengah terpaan kasus skandal bank Century yang lagi menghangat, pada hari Rabu, tanggal 10 Februari 2010, sekitar pukul 09.00 WIB, bertempat di Istana Wakil Presiden, berkesempatan mengadakan pertemuan ramah tamah dengan George Soros.
Pada pertemuan yang berlangsung tertutup, Boediono ditemani oleh Tursandi Alwi (Sekretaris Wapres), M Ikhsan (Staf Khusus Wapres), dan Yopie Hidayat (Jubir Wapres).
Sementara itu Soros didampingi oleh Yuli Ismartono (Yayasan Tifa), dan Zohra Dawood (Indonesia Program Director Open Society Institute), serta George Vickers (Direktur International Operation).
George Soros yang dilahirkan pada tanggal 12 Agustus 1930 ini merupakan sosok fenomenal, seorang kapitalis tulen sekaligus filantropis.
Seorang Yahudi warga negara Amerika Serikat yang merupakan pengusaha, juga spekulan valas dan pialang saham, bahkan juga aktivis politik.
Soros adalah pendiri dan pemilik Quantum Fund dan Soros Fund Management serta Quantum Endowment Fund. Sekaligus juga pendiri dan chairman dari Soros Foundation Network dan OSI (Open Society Institute).
Soros ini menurut versi majalah Forbes, di tahun 2009 mempunyai total kekayaan sebesar kurang lebih 13 miliar US Dollar, dan termasuk orang kaya nomor ke-15 di Amerika Serikat.
Seusai bertemu Boediono, selanjutnya Soros juga dijadwalkan bertemu dengan Kuntoro Mangkusubroto, Kepala UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan).
Kepala UKP4 ini, jika di zaman Orde Baru dulu kemungkinan bisa jadi menyerupai dengan posisi dan peran serta fungsi dari Asops Presiden (Asisten Operasi) atau Sesdalobang (Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan).
Disamping itu, Soros juga sudah dijadwalkan akan segera bertemu dengan Gita Wirjawan, Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
Kunjungan mendadak Soros ini, tentu saja menimbulkan berbagai pertanyaan dan dugaan.
Mengingat, Indonesia secara geografis dan kekayaan alamnya mempunyai posisi yang sangat strategis dan cukup penting bagi kepentingan bisnis Amerika Serikat, yang tentu juga bagi kepentingan AIPAC.
Maka, bisa jadi kunjungan George Soros ini ada kaitannya dengan dukungannya terhadap keberadaan IIPAC (Indonesia-Israel Public Affrairs Comittee).
IIPAC adalah lembaga lobbi Yahudi di Indonesia, yang menyerupai AIPAC di USA.
AIPAC (American-Israel Public Affrairs Comittee) adalah lembaga lobbi Yahudi yang sangat kuat pengaruhnya dalam percaturan dunia politik di Amerika Serikat. Bahkan boleh dikatakan, tanpa restu dari AIPAC, hampir mustahil seseorang dapat terpilih menjadi Presiden USA.
Menurut keterangan dari Direktur Eksekutif IIPAC, Benjamin Ketang, lembaganya itu menjalin kerjasama dengan lembaga lobyy Yahudi di USA, AIPAC, dan juga lembaga lobyy Yahudi di Australia, AIJAC (Australia-Israel and Jewish Affairs Council).
Bahkan IIPAC ini pada tanggal 29 Januari 2009 secara resmi telah meresmikan kantor Lobby Bisnis Indonesia yang bertujuan untuk memfasilitasi agar investasi Yahudi dari segala penjuru dunia dapat berjalan lancar di Indonesia.
Sebagai catatan, walau hal ini entah ada kaitan atau tidak dengan IIPAC. Namun konon menurut kabar, dua perusahaan dari Israel yaitu Convergyst dan Amdocs, saat ini tengah aktif terlibat dalam pembenahan sistem IT di Telkom Indonesia.
Convergyst adalah perusahaan yang didirikan pada tahun 1991 dan berkantor pusat di Israel. Sedangkan Amdocs ini adalah perusahaan yang didirikan oleh Aurec Group. Sebuah korporasi yang dimiliki oleh Morris Khan, seorang milyader Yahudi yang termasuk dalam 10 besar orang terkaya di Israel. Amdocs ini di tahun 2007 mempunyai turn over sebesar 2,8 Billion US Dollar.
Atau, bisa jadi juga, kunjungan mendadak Soros ini ada kaitannya dengan isu skandal bank Century.
Kunjungan Soros kemungkinan dimaksudkannya sebagai semacam bentuk dukungan moral bagi Boediono, yang kini posisinya sedang terancam lantaran digoyang oleh skandal bank Century.
“Amerika tentu memonitor gerakan-gerakan mahasiswa dan masyarakat madani dalam menuntut penuntasan Century. Situasi ini hampir pasti disinggung Soros dalam pertemuan dengan Wapres. Ini soal krusial sebab Century gate sudah menjadi isu nasional dan internasional, sementara Indonesia amat strategis di mata AS, Jepang dan Eropa Barat dengan segala keoentingannya”, kata Frans Aba, kandidat PhD dii National University of Malaysia.
“Secara politis, kunjungan Soros itu terkesan seperti memberi dukungan moral bagi Wapres yang kini dilanda Skandal Century. Namun Soros sangat mungkin tidak akan memberikan dukungan terbuka kepada Boediono karena bisa sensitif dan komplikatif di mata rakyat Indonesia”, kata Muhammad Nabil, pengamat politik dari CSRC (Centre for The Study of Religion and Culture) di Universitas Islam Negeri Jakarta.
Atau, bisa jadi juga berkaitan dengan kepentingan geopolitik Amerika Serikat, yang tentu juga bagi kepentingannya AIPAC dan kepentingan misi tujuannya lembaga OSI.
Hal yang tentu tak bisa diremehkan oleh AIPAC dan OSI bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk muslim yang terbesar di dunia.
Salah satu misi dan tujuan dari OSI yang didirikan oleh Soros itu adalah melakukan pendekatan kepada Pemerintahan suatu negara agar membangun toleransi dan demokrasi.
Dan, tak boleh dilupakan. Berkait dengan sosok Soros, maka selain soal toleransi dan demokrasi, juga secara tersirat bertujuan mengkampanyekan cara pandang bahwa kapitalisme dalam bentuk yang paling ekstrem pun bisa berkawin dengan filantropi.
Menariknya lagi, sehari sebelumnya, tepatnya pada hari Selasa, tanggal 9 Februari 2010, Boediono juga berkesempatan mengadakan pertemuan dengan Siti Musdah Mulia.
Musdah Mulia dalam pertemuan yang bertempat di Istana Wakil Presiden itu didampingi oleh Johanes Hariyanto, Sekjen ICRP (Indonesia Conference on Religion and Peace), beserta dengan beberapa pengurus lainnya.
Pada kesempatan itu, Musdah sebagai Ketua ICRP, menyampaikan kepada Wakil Presiden perihal hasil dari Konferensi Nasional Lintas Agama yang telah berlangsung di Jakarta pada tanggal 6 Februari 2009.
Hasil dari pertemuan yang dihadiri oleh wakil-wakil pemimpin agama dari seluruh dunia itu menilai bahwa negara telah gagal dalam mempromosikan, melindungi, dan memenuhi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Penilaian ICRP itu dilandasi adanya pelarangan oleh negara terhadap aliran keagamaan dan keyakinan di masyarakat.
Disamping hal itu, ICRP juga mempermasalahkan sejumlah Peraturan Daerah yang dianggap diskriminatif berdasarkan agama, seperti misalnya pemberlakuan Qanun Jinayah di Aceh, dan sejumlah perda di Propinsi Sumatera Barat.
Menurut penuturan Yopie Hidayat sebagai Jubir Wapres, menanggapi hal itu Boediono menyampaikan bahwa Wapres mengakui masa transisi ini masih banyak masalah yang harus diperbaiki bersama, langkah ini tentunya upaya bersama untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan HAM dan kebebasan beragama.
“Wakil Presiden sudah menerima hasil ini dan berjanji akan menyampaikan ke aparat yang menangani, dan juga akan mendiskusikan dengan menteri-menteri, dan dengan presiden”, kata Yopie Hidayat.
Pada kesempatan itu, Hariyanto sebagai Sekjen ICRP melihat bahwa belum ada hal konkret yang disampaikan Boediono terkait meningkatnya kekerasan terhadap kaum minoritas agama. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh kapasitas Wapres memang tidak bisa langsung melakukan tindakan secara konkret. Namun dia menambahkan bahwa sikap Boediono itu bisa menjadi kesadaran bersama bagi setiap aparat pemerintah.
Sebagai catatan, Siti Musdah Mulia setelah menyisihkan 36 calon dari 27 negara, termasuk Aiche Ech Channa dari Maroko, dan Mary Akrami dari Afganistan, berhasil mendapatkan penghargaan sebagai ‘Women of the Year 2009’ dari Il Premio Internazionale La Donna Dell ‘Anno, atau International Prize for the Woman of the Year.
The International Prize for the Women of the Year ini dibentuk oleh Regional Council of Aosta Valley bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Italia, dan Pemerintah Aosta Valley, serta Soroptimist International Club Valle d’Aosta.
Sementara itu, saat ini di MK (Mahkamah Konstitusi) sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tengah mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang Undang nomor 1 tahun 1965 (UU No. 1/Pnps/1965) tentang penodaan agama.
Sejumlah LSM itu meminta agar MK agar mencabut larangan yang ada di UU itu, karena itu tidak sesuai dengan semangat kebebasan agama.
Menurut LSM itu, hendaknya setiap individu bebas menjalankan keyakinannya, termasuk tidak dibatasinya eksistensi agama yang ada. Sehingga agama-agama selain yang sudah ditetapkan pemerintah, bisa hidup dan eksis serta berkembang di Indonesia.
Bisa jadi, bahwa yang dimaksud dengan tidak dibatasinya eksistensi agama yang ada itu akan mengakibatkan Ahmadiyah, Yahudi, Bahaisme, Zoroaster, Druze, dan lain sebagainya, menjadi bisa hidup dan eksis serta berkembang di Indonesia.
Sebagai catatan, berkait dengan rencana pencabutan UU No. 1/Pnps/1965 itu, Ahmad Bagdja selaku Ketua PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) menyampaikan bahwa pencabutan UU No 1/Pnps/1965 akan menjadi preseden buruk bagi negara demokrasi yang plural seperti Indonesia.
Menurutnya, UU itu sebagai suatu pengaturan tentang bagaimana sebuah bangsa yang plural. Dimana kebebasan berkeyakinan dan kebebasan beragama itu tidak bisa diartikan bahwa setiap orang bisa bebas mendirikan agama baru.
Senada dengan itu, Sekretaris Umum Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia) Uung Sendana mendukung eksistensi UU No 1/Pnps/1965. Menurutnya kehadiran UU tersebut justru melindungi keberadaan agama dan kepercayaan minoritas yang ada di Indonesia. Sebab kalau yang mayoritas itu bisa melawan secara yuridis atau aksi di lapangan.
Kembali kepada soal pertemuan pertemuan beruntun dan berurutan yang terjadi antara Siti Musdah Mulia dengan Boediono pada tanggal 9 Februari 2009, yang kemudian esok harinya pada tanggal 10 Februari 2009 berlanjut dengan adanya pertemuan antara Boediono dengan George Soros.
Maka, apakah ini secara tersirat merupakan suatu bentuk dukungan terhadap Boediono yang lagi tergoncang lantaran kasus skandal Century ?.
Bagaimana sikap Boediono terhadap lembaga lobby Yahudi di Indonesia itu ?.
Ataukah ini indikasi gambaran adanya poros antara George Soros dan Boediono serta Siti Musdah Mulia ?.
Bagaimana sebenarnya sikap dan keberpihakan Boediono terhadap kebebasan beragama berkait dengan rencana pencabutan UU No. 1/Pnps/1965 itu ?.
Setujukah pak Boediono terhadap hak hidup ajaran Islam Ahmadiyah di Indonesia ?.
Akhirulkalam, publik hanya bisa bertanya-tanya. Entah apa jawabnya, sehingga publik pun hanya bisa termangu menatap langit, barangkali saja disana ada jawabnya.
Wallahulambishshawab.
*
Referensi artikel-artikel lainnya :
- ‘Selamat Datang Israel’, klik di sini .
- ‘Protocol Zionisme’, klik di sini .
- ‘Miss Serambi Mekkah dalam Benturan antar Peradaban Dunia’, klik di sini .
- ‘Jerusalem 1187 Masehi’, klik di sini .
- ‘Apa Kabar pak Tifatul sembiring ?’, klik di sini .
- ‘Tuhan Tidur di Saku pak Boediono’, klik di sini .
- ‘Profesor juga Manusia’, klik di sini .
- ‘Andai Wapres Diganti’, klik di sini .
- ‘Kontroversi 13 Nopember 2008’, klik di sini .
- ‘Sri Mulyani Wapres 2014-2019’, klik di sini .
- ‘Gatotkaca Indonesia, Hopo Kurang Hebat ?’, klik di sini
- ‘Gatotkaca Indonesia Keok Lawan IMF’, klik di sini .
- ‘Upsss…..Salah…!’, klik di sini .
- ‘Bali berlanjut ke Century’, klik di sini .
- ‘KPK masih Nunggu Apa Lagi ?’, klik di sini .
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H