[caption id="attachment_279881" align="aligncenter" width="300" caption="Bawah Laut Gili Terawangan"][/caption]
Beberapa waktu lalu saya berkunjung kembali ke Gili Terawangan, Lombok. Kedatangan saya terakhir ke Gili pertengahan tahun 2007 lalu. Dan otomatis saya membandingkan bagaimana kondisi Lombok saat ini dengan 6 tahun lalu. Banyak yang telah berubah dari pulau Lombok, khususnya Gili Terawangan (walaupun kemajuanya tidak sepesat si sister island nya, Bali). Selain lajunya pembangunan infrastruktur, harga-harga untuk makanan dan biaya transportasi juga sudah naik. Lombok saat ini juga terlihat lebih ramai oleh turis mancanegara maupun pelancong lokal.
[caption id="attachment_279882" align="aligncenter" width="300" caption="Pantai Gili Terawangan (2007)"]
[/caption] [caption id="attachment_279883" align="aligncenter" width="300" caption="Pantai Gili Terawangan (2013)"]
[/caption]
Tapi satu hal yang mengecewakan saya adalah saat berlabuh di Gili Terawangan, pulau yang dulu tenang dan menentramkan itu sekarang sudah padat dan ramai. Duhh... Saya geleng-geleng kepala sendiri. Banyak hotel, restoran dan villa-villa baru yang bermunculan, membuat pulau kecil tersebut terlihat agak sumpek dan semrawut. Di gang-gang kecil perkampungan penduduk yang berdebu banyak terselip penginapan, restoran maupun tempat spa. Di sepanjang pantai sekarang sudah penuh dengan beach lounge yang mempersempit area pantai Gili yang berpasir putih.
[caption id="attachment_279896" align="aligncenter" width="300" caption="Beach Lounge Seperti Ini yang Memenuhi Area Pantai"]
[/caption]
Saat masih di pelabuhan Bangsal sebenarnya keramaian itu sudah terlihat. Pagi hari rombongan turis lokal dan mancanegara berebutan membeli tiket kapal di kounter untuk menyeberang ke pulau Gili. Saking ramainya pengunjung, setiap kapal yang sudah terisi penuh, langsung dilanjutkan oleh kapal berikutnya, dengan jeda tidak sampai 10-15 menit. Setelah sampai di Gili saya dengar banyak turis yang tidak mendapatkan kamar untuk menginap, kamar hotel semuanya fullybooked! Banyak yang terpaksa menyewa villa yang bertarif lebih mahal atau kembali ke Lombok daratan sore harinya, atau malah ada yang nekad tidur di pinggir pantai karena terkendala budget.
Saya baru diberi tahu teman yang tinggal disana bahwa memang antara bulan Juli sampai September adalah musim ramai kunjungan turis alias high season di Gili Terawangan. Jadi tidak heran, jalan utama pulau yang berukuran tidak terlalu besar itu penuh sesak dengan turis, cidomo, dan sepeda yang lalu-lalang. Saking padatnya, saya menyaksikan sendiri banyak sepeda dan cidomo yang hampir menyerempet pejalan kaki.
Kekecewaan saya belum berakhir disitu. Ternyata saat saya mencoba nyemplung ke laut untuk snorkeling, saya tertegun menyaksikan terumbu karang di Gili Terawangan yang telah rusak dan mati! Beberapa saat saya mencoba mencari-cari keindahan alam bawah laut seperti yang dulu saya saksikan, namun kondisinya sama, mengenaskan! Dulu snorkeling beberapa meter saja dari garis pantai kita sudah bisa melihat beragamnya tumbuhan karang yang hidup, lengkap dengan ikan warna-warni berbagai bentuk yang berenang gembira. Namun sekarang yang terlihat hanya warna abu-abu yang mendominasi, terumbu karang banyak yang mati dan hancur. Masih ada beberapa jenis ikan yang terlihat berenang, namun variasi dan jenisnya tidak seramai dulu.
Saya bukan ahli kelautan dan bukan juga aktivis lingkungan hidup, saya hanya pecinta keindahan alam. Tapi melihat keadaan terumbu karang di pesisir pantai Pulau Gili Terawangan saat ini membuat saya kecewa sekaligus marah. Sepertinya perkembangan bisnis pariwisata di Gili Terawangan tidak sejalan dengan kelangsungan hidup alam sekitar. Seharusnya pertumbuhan pariwisata yang pesat juga dibarengi dengan semangat pelestarian lingkungan. Saya tidak akan mencari kambing hitam siapa yang harus disalahkan. Dunia pariwisata memang menjadi andalan Indonesia untuk meraup devisa dan menggerakkan roda ekonomi penduduk setempat. Namun jika hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa menyelaraskanya dengan kelangsungan lingkungan dan ekosistem, yang ada hanyalah kehancuran alam.
Pulau Gili Terawangan sekarang memang sudah padat. Pulau tetangganya Gili Meno juga sudah mulai ramai dengan villa dan cottage. Akhirnya saya memutuskan hanya menginap satu malam saja di Gili, karena suasanan malamnya pun sekarang sudah heboh dan berisik dengan banyaknya cafe yang membuat acara party hingga dini hari, padahal dulu jam 7 atau 8 malam saja sudah sepi dan tenang, yang terdengar hanya suara angin laut. Ketenangan dan keindahan pulau surga itu sekarang makin terusik. Gili oh Gili…
Berikut gambar yang bisa saya abadikan saat snorkeling di Gili Terawangan (foto-foto koleksi pribadi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H