Halo Pembaca Kompasiana yang berbahagia...mau sedikit berbagi tentang bagaimana Toleransi di negara padang pasir nih, khususnya negara Persatuan Emirat Arab (PEA) dengan ibu kotanya Abu Dhabi dan kota bisnis dan wisata yang terkenal, Dubai.
Setiap tanggal 2 Desember, negara federasi Persatuan Emirat Arab (PEA) memperingati hari jadi pembentukan negara federasi yang terdiri dari 7 negara bagian (7 Emirates). PEA didirikan pada tahun 1971 oleh Founding Father Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan (Sheikh di Emirate Abu Dhabi) sehingga tanggal 2 Desember 2019 ini PEA memperingati hari ulang tahun yang ke-48. Hal yang menarik di tahun 2019 ini adalah ditetapkannya tahun 2019 sebagai Tahun Toleransi (Year of Tolerance 2019) di PEA.
Penetapan tahun 2019 sebagai Tahun Toleransi merupakan suatu bentuk peringatan bagi upaya berkelanjutan negara PEA dalam membina toleransi dimana lebih dari 90% mayoritas penduduk adalah ekspatriat (pendatang) dari hampir seluruh negara di dunia. Semangat toleransi ini diturunkan oleh Sheikh Zayed dalam membentuk negara federasi, dimana beliau mempunyai visi agar negara PEA sebagai negara Islam menjadi kiblat dunia dalam toleransi mengingat nilai-nilai toleransi, kebersamaan dan kerjasama merupakan nilai dasar dalam bermasyakat dan bernegara sesuai ajaran agama Islam.
Sheikh Mohamed bin Zayed, Presiden PEA selaku penerus Sheikh Zayed, berpendapat bahwa toleransi, pluralisme serta integrasi sosial dalam masyarakat merupakan salah satu indikator utama kemajuan suatu negara, selain kemajuan ekonomi. Untuk itu, selain toleransi, kebersamaan dan kerjasama merupakan suatu nilai yang harus dipelihara dan dibina dalam masyarakat, pemerintah PEA berpandangan bahwa aspek toleransi harus masuk dalam struktur hukum formal suatu negara.
Sebagai langkah konkrit, pada bulan Juli tahun 2015 negara federasi PEA mengeluarkan Undang-Undang Federal No. 2 Tahun 2015 mengenai Upaya Pemberantasan Diskriminasi dan Ujaran Kebencian (Combating Discrimination and Hatred), dimana setiap individu, pihak, kelompok, organisasi atau siapapun akan dikriminalisasi atas setiap tindakan atau ucapan tentang diskriminasi dan/atau ujaran kebencian baik dari sisi agama, kasta, doktrin, ras, warna kulit, ataupun suku bangsa. Kerangka hukum ini diharapkan dapat mencipakan lingkungan yang kuat bagi tumbuhnya nilai-nilai toleransi, kebersamaan dan kerjasama di PEA.
Lebih lanjut, negara PEA membentuk menteri khusus yang menangani masalah toleransi, yaitu Minister of State for Tolerance. Keberadaan menteri yang mengurusi toleransi ini menunjukkan upaya serius negara PEA dalam menghapuskan segala bentuk intoleransi atas ideologi, agama dan budaya. Ditetapkan juga suatu Program Toleransi Nasional, serta dibentuk berbagai lembaga negara yang menangani dan memerangi ekstrimisme, antara lain Institut Internasional untuk Tolerasi, Hedayah Centre, dan Sawab Centre.
Institut Internasional untuk Toleransi merupakan satu-satunya organisasi di kawasan Arab yang melembagakan dan mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, kasih sayang dan persaudaraan, sedangkan Hedayah Centre merupakan lembaga internasional yang menghubungkan pembuat kebijakan, praktisi dan peneliti dalam bidang Counter Violent Extremism (CVE) untuk lebih memahami dan berbagi praktik terbaik di seluruh dunia untuk menjaga toleransi, stabilitas dan kemanaan negara. Sawab Centre merupakan platform online yang dibentuk bersama antara negara PEA dan USA sebagai inisiatif global untuk menyuarakan suara masyarakat Muslim dan agama lainya dalam memerangi terorisme dan penyalahgunaan ajaran agama sebagai alat propaganda.
Upaya perwujudan toleransi ini juga diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol fisik di negara PEA, antara lain melalui penamaan jembatan penyeberangan di Dubai sebagai Jembatan Toleransi (Tolerance Bridge) serta perubahan nama masjid di Mushrif, Abu Dhabi, dari Masjid Sheikh Mohammad bin Zayed berganti nama menjadi Masjid Mariam, Umm Eisa (dalam Bahasa Arab artinya Masjid Maryam, Ibu dari Yesus).
Selain berbagai langkah dan inisitiatif di atas untuk terus menjaga toleransi antar umat, negara PEA sebagai negara Islam mempunyai lembaga negara khusus untuk urusan agama Islam, yaitu General Authority of Islamic Affairs and Endowments (Awqaf dalam bahasa Arab). Lembaga ini menangani segala hal yang terkait agama Islam, termasuk menyediakan, mengurusi dan mengawasi seluruh masjid di seluruh negara PEA. Pelaku penting dalam pengajaran agama Islam, yaitu para Imam Masjid dan Pendakwah (Preacher) juga harus memperoleh training resmi, bersertifikat dan merupakan jenis pekerjaan formal yang ditawarkan dan difasilitasi oleh negara melalui lembaga Awqaf ini.
Lebih lanjut, waktu dan panggilan sholat (adzan) juga dikontrol secara sentral (bersamaan) ke seluruh Masjid serta tema/materi khutbah Jumat juga ditentukan dan akan sama di seluruh Masjid negara PEA. Kegiatan pengajian masyarakat juga harus dilaporkan dan mendapat ijin terlebih dahulu, termasuk ijin lokasi dimana akan diadakan.
Untuk kegiatan beribadah bagi penduduk non Muslim, negara PEA juga telah mengijinkan secara formal berbagai rumah ibadah seperti gereja, candi (temple) serta jenis tempat beribadah lainnya, dimana sebelumnya tempat beribadah diberikan ijin secara informal oleh otoritas setempat.
Berdasarkan fakta di atas, menarik untuk mencermati bagaimana negara PEA sebagai negara Islam mengatur, melayani, memfasilitasi dan mengawasi kegiatan masyarakatnya, baik bagi yang beragama Islam maupun non Islam.