Lihat ke Halaman Asli

Karakter dan Karisma

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagian orang percaya bahwa hanya dengan karakterlah, orang bisa bertahan di puncak; sementara karisma hanya kuasa untuk mengantarkannya ke sana. Mayoritas orang lebih acuh pada yang terakhir, lebih cepat dan mudah; dan sedikit yang peduli pada yang pertama, meski semua tahu kalau karakter lebih tahan lama. Bahkan konon karakter melampaui ilmu; jikalau ilmu adalah kekuatan, karakter lebih dari itu. Seperti dongeng Albert Camus dengan “closed-universe”—nya yang mendedahkan tentang bagaimana meraih ilmu, lantas dengan modal tersebut  kuasa digenggamnya.

Ada pribadi-pribadi yang bisa menghimpun keduanya dalam sosok-sosok unggul yang mumpuni. Setidaknya tiga patron yang patut diteladani dalam konteks ini, ketiganya seorang presiden: Anwar Sadat, JFK dan Gus Dur.

Sadat misalnya, menuliskan pencariannya dalam buku otobiografi yang berjudul “In Search of Identity”—sebuah buku menarik yang menggambarkan sosoknya sebagai ulet dan rajin (sebagaimana sosok FDR seperti gambaran ayah FDR). Meski belakangan gambaran itu dibantah oleh Mohamed Haekal dalam buku “Autumn of Fury” dengan tebal yang hampir sama, dengan gambaran yang sebaliknya: pemalas, suka bersandar pada pimpinannya (Gamal Abdel Nasser), dan terkadang tidak jujur.

Sementara JFK menuliskan buku menarik justru ketika ia tengah berbaring di rumah sakit, yakni “Profiles in Courage” yang mengisahkan sosok politikus yang berani dan berintegritas menonjol dalam sejarah negaranya.

Gus Dur, kita tahu hampir semua tulisan, ucapan dan perilakunya menyiratkan proses pembentukan karakter sebagaimana pendahulunya—Bung Karno, meski ada sedikit pergeseran. Jika dahulu lebih ditekankan pembentukan karakter bangsa, kini Gus Dur lebih acuh pada pembentukan karakter manusia konkret. Salah satu ‘korban’ dari sentilannya ketika Gus Dur masih menjabat sebagai Presiden adalah salah seorang menteri dalam kabinetnya, yakni Yusril Ihza Mahendra yang disebutnya sebagai sosok yang tengah gamang—‘in search of identity’ alias sedang mencari jati diri.

Sekedar catatan, ketiga terjemahan dari buku-buku yang disebut di atas, ada dalam rak perpustakaan penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline