Lihat ke Halaman Asli

aan rianto

Pengamat Issue HIV

Bagaimana TDTM sangat berpengaruh dalam kehidupan Orang Dengan HIV

Diperbarui: 30 Januari 2021   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Salah satu tujuan kampanye dan edukasi TDTM (Tidak terDeteksi=Tidak Menularkan)  adalah kenyamanan (pasangan) sehingga juga memiliki kepuasan yg lebih tinggi dalam berhubungan sex sehingga diharapkan juga dapat mengurangi tingkat kekerasan dalam rumah tangga atau domestic violence.

Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya secara fisik, tetapi juga "sindiran"secara verbal, selingkuh, cerai, ditolak melakukan sex karena status HIV juga seringkali terjadi.

Lalu bagaimana bila pasangan sebenarnya sudah menerima tapi kitanya yg masih selalu dihantui ketakutan sehingga seumur (selama) pernikahan selalu memaksakan menggunakan kondom setiap melakukan sex?
Pastinya lama2 pasangan juga kesal....
Kesal karena pasangan positif selalu berlebihan terkait kondisinya.....
Kesal karena seolah dibatasi dalam hubungan yg sangat intim.....
Kesal karena pasangan positif selalu parno dan ketakutan......

Akhirnya ketakutan dan keparnoannya menular, hingga akhirnya pasangan negatifnya mulai enggan melakukan sex dan akhirnya "jajan" diluar......

Yang kemudian terjadi adalah ODHIV (Orang Dengan HIV) kemudian mengeluhkan bahwa pasangannya tidak lagi mau melakukan hubungan intim dengannya.

Mari mulai berpikir lagi lebih dalam pentingnya edukasi TDTM bagi pasangan.
Ataukah kita akan selamanya menekankan kepasangan negatif kita (atau sesama pasangan positif) bahwa HIV adalah penyakit yg tidak dapat disembuhkan, sangat mudah ditularkan melalui hubungan intim.....yg pada akhirnya kehidupan Sexualnya akan selalu dihantui ketakutan penularan seumur hidupnya?...

......dan hal ini baru bisa "bebas" kl terjadi perceraian.

Fatwa MUI kemudian menyatakan bahwa  apabila HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit yang tak dapat disembuhkan (maradh daim), maka hukumnya makruh. Hal tersebut didasarkan pada Kifayah al-Akhyar III halaman 38: "Keadaan kedua yaitu laki-laki yang mempunyai biaya pernikahan, namun ia tak perlu menikah, baik karena ketidakmampuannya untuk melakukan hubungan seksual sebab kemaluannya putus atau impoten maupun karena sakit kronis dan lain sebagainya, laki-laki seperti ini juga makruh menikah." Hukum pernikahan antara pengidap HIV/AIDS dengan orang yang tak menderita penyakit itu bisa berubah menjadi haram. Syaratnya, jika penyakit tersebut susah disembuhkan (maradh daim), serta diyakini membahayakan orang lain (tayaqqun al idhar).

Selain itu, menurut fatwa tersebut, suami atau istri yang menderita HIV/AIDS diminta untuk tidak memperoleh keturunan.

Bukankah ini fatwa yang sangat stigmatis dan memojokkan disaat kita mulai mengedukasikan bahwa Orang Dengan HIV bisa saja tidak lagi menularkan dan membahayakan pasangannya saat Viral Loadnya tidak terdeteksi.

Lalu bagaimana dengan definisi "SEMBUH" itu sendiri? Apakah minum obat setiap hari dan seumur hidup akan dianggap sebagai upaya pengobatan penyakit yang tidak dapat disembuhkan sementara orang tsb secara fisik dan berdasarkan hasil lab ya sehat sehat saja, bahkan hasil lab menunjukkan data sama seperti rujukan orang tanpa HIV (yang dianggap sebagai rujukan sehat)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline