Lihat ke Halaman Asli

Tubuh yang Terserak.

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemuda B sudah lama tak bercinta. Sepertinya ada 2 tahun ia tak bercinta, selebihnya hanya sesal sesal saja yang ia rasakan. Kemaluannya tak pernah mengeras dalam kurun waktu itu.

Suatu pagi kemaluannya lepas. Ya, kemaluannya lepas dan mencari cari kata atau kalimat yang dapat merekatkannya lagi pada tubuh-nya. Pemuda B sampai kelimpungan walaupun kemaluannya itu tak pernah bekerja sama sebelumnya tapi ia sayang kemaluannya seperti menyayangi tuhannya sendiri.

Tuhan Nestapa
Tuhan Maha Luka
Dan Tuhan yang berdiam di batu.

Pemuda B merawat kemaluannya itu sampai runcing, sampai sampai kata kata yang diucapkannya yang terdiri dari tiga bait itu menuju pada tengah selangkangannya, merekatkan lebih kemaluannya agar berdiam saja disitu, tak usah kemana mana. Tak usah punya otak sendiri. Itu sudah cukup.

Rumah sakit gempar karena rumput, yang sudah dipangkas rapi, oleh tukang kebun bernama T, kini bernoda darah merah. Hitam juga. Ada apa di depan rumah sakit itu, tepatnya di bawah, di antara ruang mayat dan gedung kedua yang lusuh sudah catnya. Para pasien yang sedang digiring dengan kursi roda oleh suster suster yang matanya hampir keluar, tiba tiba ingin melihat ada apa di rumah sakit mereka tinggal. Di rumput. Ada pemuda B. satu menit sebelumnya Pemuda B terlihat oleh Pak F di jendela, dimana ia sedang disuapi suster dan dokter yang sedang berciuman. Mereka melihat Pemuda B dan melambaikan tangan, Pak F malah mengacungkan jempol pertanda 'Kau hebat, Nak!' . Ya, 3 menit yang lalu ia terlihat oleh Nyonya Z yang juga sedang sekarat, 3 menit yang lalu 3 menit yang lalu. 10 menit nyonya K sudah sehat dan mengangkat pemuda B dari rumput. Bahkan bermenit menit sebelumnya organ tubuh Pemuda B sudah lengkap. Kepala, tangan, kaki, kemaluan, resesi ekonomi, badai batin, telinga pedas, Italo Calvino, sayup sayup suara burung yang menghargai waktu mereka mandi di pancuran di depan kamar Pemuda B. Kurang apa lagi? tak ada yang kurang, Pemuda B tinggal komat kamit dan memberi salam pada awan yang bergerak perlahan, berarak, berjalan menuju negeri matahari yang sedang membuka bazaar malam. Mereka ingin berbelanja, kata Pemuda B. Tunggu aku, kata Pemuda B.

Satu hari yang lalu, Pemuda B duduk bersimpuh di depan buku. Tangannya lepas dan berlarian kesana kemari juga, iseng mencolek pantat pantat ibu kos yang genit kesepian, iseng mencolek buah dada para waria yang terbuat dari besitua, iseng mencolek kumis pak lurah yang kemarin habis makan uang memakai sambal pedas cap burung belibis. Pemuda B mencari tangannya kemana mana, eh ternyata tangannya sedang kencing di balik pintu AC. Tangan itu membuang kotorannya melalui jari tengah, wah hebat ternyata kau bisa kencing juga, wahai tangan. Tapi tangan Pemuda B tak mau ditangkap pemuda B. Tangan itu mencari teks teks perekat yang berhamburan kesana kemari, teks yang berkata:

Seandainya nanti di akhir zaman, terlebih di pengadilan langit, tangan akan mengungkap segala dosa Pemuda B. Apakah tangan itu akan dapat bekerja sama atau malah ia mengkhianati sekalian Pemuda B. Tangan memilih mengambil sikap moderat. Tangan diam seribu bahasa.

Dan Pemuda B menemukan teks kesayangannya itu pada buku, di rak kitab suci, di perpustakaan daerah. Pemuda B yang berjalan jalan tanpa tangannya merasakan ejekan penumpang bus yang masih memiliki tangan tangan, tangan tangan itu akan mengkhianati mereka nanti, tanganku tidak. Tanganku akan diam seribu bahasa ditanya siapa hakim yang memimpin persidangan. Ketika Pemuda B sampai di depan perpustakaan daerah, tangan sudah sampai duluan disana. Pemuda B berlomba dengan tangannya mencari teks, teks, teks, dan Pemuda B memenangi kontestasi anatomi itu. Jika tidak maka sebaliknya akan terjadi, tangan membaca teks, teks, teks, dan Pemuda B menjadi tubuh tangan itu. Pemuda B bergabung bersama tubuh tangan. Pemuda B akan diperintah laju gerak dialektika hidupnya oleh tubuh tangan. Tapi tangan tak berkutik ketika Pemuda B membaca dan terus membaca dan terus menutup matanya yang berat dan terus mengundang para pembaca di perpustakaan itu mendekat dan mendekat. Mereka melihat tangan menyobek juga sebuah teks, tapi tangan tak bisa membacanya. Mata tangan sudah dipreteli penglihatannya sehingga tangan tak mampu lagi membaca, tangan akan kembali lagi pada tubuh Pemuda B. Ketika tangan sudah semakin mendekat , tangan bukan dirinya lagi. Tangan adalah tubuh pemuda B, dan para pembaca di perpustakaan bersorak sorai gembira tangan sudah kembali pada tubuh Pemuda B. Pemuda B dengan tangan yang sudah merekat kembali menyalami para pembaca, menepuk nepuk bahu mereka, atau mengelus kepala mereka. Pemuda B dari kemarin terus mencari teks yang sesuai dan seorang teman merekomendasikannya untuk pergi ke perpustakaan daerah, dan itulah awal kenapa Pemuda B pergi ke perpustakaan daerah untuk merekatkan tangannya.

Ya, kepala pemuda B sudah sampai lesak ke dalam bongkah batu cadas di bawah tanaman yang sudah dipangkas, kepala itu tidak pecah, hanya membiru saja. Pak satpam V sampai memeriksa apakah darahnya menggumpal di bagian atas kepala dan tak terburai di kala Pemuda B jatuh? Dokter E memeriksa ternyata tak ada darah, mengalir atau menggumpal. Bahkan penamaan 'kepala' pada benda yang melekat di atas bahu itu tak tepat. Bukan seperti kepala menurut konvensi dan persepsi sebagian besar orang, tak ada seorang pun yang memeriksa Pemuda B dapat mengaitkannya dengan penamaan 'kepala' . 7 menit kemudian ada Huruf A jatuh dari langit, tidak cepat, tapi melambat dan semakin melambat. Disusul huruf L. L lagi lagi datang, kali ini keluar dari pecahan kaca saat suster S dan suster N bertengkar karena berebut suami mereka. Mereka ingin menukar suami dan huruf L keluar dari mulut mulut mereka. Mereka jadi tak bisa melafal huruf L lagi. Oh huruf A kembali turun, sudah dekat pada anggota tubuh bagian atas Pemuda B, dan huruf itu menaik lagi. Mau ditangkap tak bisa, ia melesat kesana dan kesini mengenai bijih besi di atas meja praktek dokter. Mereka gembira karena selalu melihat usus manusia. Tetap saja huruf A tak tertangkap.

Tetapi, biarpun Pemuda B sudah lama tak bercinta, 4 bulan lalu Pemuda B kembali ingin bercinta. Sewaktu pergi ke toko buku mencari buku Anne Sexton di rak puisi dan sastra , disebelahnya gadis cantik. Berkacamata, dan kelihatan sibuk memilih milih karya Pramoedya Ananta Toer, Gadis pantai atau Jejak Langkah? atau mungkin kau tahu dimana letak Cantik Itu Luka-nya Eka Kurniawan, tanya Pemuda B. Gadis itu rupanya masih diam saja, gadis itu melihat mata-nya kacamata yang kebetulan sedang menatapnya yang biasanya mata kacamata itu memunggunginya. Pemuda B, matanya masih mencari cari Anne Sexton atau Eka Kurniawan atau mungkin Jean Paul Sartre, tanpa terasa matanya sudah sampai di rak buku psikologi, matanya melihat pada What the dog saw-nya Malcolm Gladwell. Mata sudah lama mau membaca Malcolm Gladwell karena mata ingin melihat seperti apa dunia jika dibelah seperti pizza, tapi Pemuda B belum mau membeli buku itu. Pemuda B kelimpungan mencari mata dan ia ditatap pemuda sangar yang mengenakan seragam hitam , ditanya sedang apa dan Pemuda B menjawab 'mencari mata'. Matamu ada disana, kata pemuda sangar, Tolong bayar kerugian yang sudah dibaca mata, tolong bayar kerugian yang sudah dilihat mata. Apa mata tak boleh melihat keindahan dan  orgasme sendiri menikmati teks teks yang telanjang mengundang birahi. Itu mata, bukan aku, mintalah bayaran pada mata. Mata kurang ajar. Aku ingin bercinta bersama gadis itu dan dia sudah pergi. Kemaluan sudah hampir lepas lagi dari rekatnya. Untuk itu pemuda B sudah bersiap menyobek teks lagi. Pemuda B berkeliling mencari mata, hampir setengah hari berlalu. Lambung sudah merasa tidak enak dan hendak mencari sesuatu yang dapat menahan rasa yang berkerut di dalam tubuh perut. Pemuda B melepaskan lambung, lambung tidak liar seperti kemaluan, tangan, kepala, dan mata. Pemuda B kembali mencari mata, semakin gelap dan semakin gelap. Tiba tiba pemuda B sudah berada di tengah eskalator, meluncur turun, ia sudah dapat melihat kembali, mata sudah kembali.

Apa yang kau peroleh, mata? Tidak, aku tak memperoleh apa apa, aku cuma balas menatap mata gadis yang kau suka, B. Dan aku kembali kepada tubuhmu, tubuhku sendiri tidak muat menampung tubuhmu yang sudah berat. Ya , aku memang berat, kata Pemuda B, maka aku tak suka menambah lagi bagian bagian tubuhku. Lihat, hanya lambung yang tak susah diatur, begitu merasa sesuatu mengeruk dindingnya, ia berjalan sendiri mencari sesuatu walau itu tak ada tapi ia mencari sampai dapat. Dan lihat kan? ia sudah kembali, ia tak seperti tangan yang egois yang arogan tak mau kembali ke tubuhku bahkan aku mau dijadikan bagian tubuhnya, gila. Mata memang menatap mata gadis yang suka Pramoedya, ia kini membayang di pandangan Pemuda B. Terkadang sempat menghilang, mungkin sedang melihat sesuatu yang lain. Yang ia tak ketahui.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline