Lihat ke Halaman Asli

Bobi Anwar Maarif

Caleg Buruh Migran

Norma PP 22 Tahun 2022 Lebih Menguntungkan ABK (Awak Kapal) Migran

Diperbarui: 3 Agustus 2022   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Tribun News Jateng

Sejak Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2022 pada tanggal 8 Juli 2022, nasib Anak Buah Kapal (ABK) kini secara normatif  jauh lebih terlindungi. Karena PP Tentang Penempatan dan Peindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran itu lebih jelas mengatur pelindungan sejak sebelum bekerja, pada saat bekerja dan setelah bekerja.

PP ini memang dimandatkan oleh sejak lama oleh dua Undang Undang. Pertama pasal 337 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Kedua pasal 64 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. 

Khususnya bagi Awak Kapal Perikanan Migran, PP ini lebih menguntungkan dibanding dengan aturan lainnya.  Kenapa? 

  • Ada pelindungan secara hukum dalam bentuk perjanjian tertulis antar pemerintah. Dalam hal ini pemerintah negara asal dengan pemerintah negara tujuan (bendera kapal). Ini menjadi alat kontrol bagi kedua negara dalam melindungi para ABK yang bekerja di perusahaan swasta. Swasta tidak macam-macam, tidak serampangan dalam memperlakukan para Awak Kapal Migran.  Selain itu juga harus ada Perjanjian Kerjasama Penempatan (KKP) antara perusahaan di dalam dan di luar negeri yang di endorse oleh Duta Besar Indonesia. Dengan begitu perusahaan pengirim juga dilindungi oleh Perwakilan Indonesia. Tidak sedikit perusahaan yang selama ini mengirimkan Awak Kapal ditipu oleh perusahaan luar negeri, sehingga harus menanggung sendiri pemenuhan hak gaji para Awak Kapal Migran.
  • Perusahaannya juga jelas, yaitu perusahaan yang memiliki Surat Izin Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kenapa perusahaan yang memiliki SIP3MI lebih menguntungkan Awak Kapal Migran? Karena perusahaan yang boleh menempatkan itu tidak boleh sembarangan seperti perusahaan kaleng-kaleng. Perusahaan yang diatur dalam PP 22 ini harus memiliki great yang tinggi dengan kepemilikian modal sebesar Rp 5 miliar, dan deposito sebesar Rp 1,5 miliar. Deposito ini sewaktu-waktu bisa ditarik oleh Menteri Ketenagakerjaan jika Awak Kapal yang ditempatkan tidak mendapatkan hak gaji dan lainnya. Deposito bisa menjawab persoalan Awak Kapal Migran yang sering tidak digaji, karena sistem penggajiannya tidak dibayar secara langsung, melainkan sistem delegasi yang dibayar melalui agen, baru kemudian ditransfer kepada Awak Kapal Migran ataupun keluarganya. Nyebelin kan? Iya lah, karena ini menimbulkan moral hazard, seperti penggelapan.
  • Ada pilihan proses dalam migrasi ketenagakerjaanya. Melalui pilihan itu, para Awak Kapal Migran dapat berproses secara mandiri, tanpa melalui perantara atau pihak ketiga. Proses ini membolehkan Awak Kapal Migran bisa mengurus sendiri secara langsung ke Layanan Terpadu Satu Atap. Biasanya Awak Kapal Migran yang bisa proses mandiri itu adalah mereka yang bekerja pada perusahaan (bukan perorangan) dan jabatannya menengah ke atas, bukan jabatan paling rendah. Kedua bisa melalui BP2MI untuk program penempatan yang diselenggarakan antar pemerintah (Government to Government) atau antara pemerintah dengan perusahaan (Government to Privat). Ketiga melalui Perusahaan yang terdaftar di Kementerian Ketenagakerjaan. Yaitu perusahaan yang memiliki SIP3MI.
  • Ada tahapan yang lebih jelas. Jadi calon Awak Kapal Migran secara bertahap melalui proses  ini: Pertama pemberian informasi dari LTSA; Kedua pendaftaran; Ketiga seleksi; Keempat pemeriksaan kesehatan dan psikologi; Kelima penandatanganan Perjanjian Penempatan; Keenam pendaftaran kepesertaan Jaminan Sosial atau Asuransi; Ketujuh pelaksanaan orientasi pra pemberangkatan; Kedelapan penandatanganan Perjanjian Kerja Laut; dan Kesembilan pemberangkatan.
  • Layanan dalam tahapan tersebut dilaksanakan secara terpadu melalui Layanan Terpadu Satu Atap untuk mendapatkan semua dokumen lengkap yang dipersyaratkan yaitu : Paspor, Buku Pelaut, Perjanjian Kerja Laut yang merujuk pada KKB, Kepesertaan BPJS, Keterangan Sehat, Visa Kerja, Perjanjian Penempatan, Sertifikat Kompetensi/Keahlian
  • Ada standar Perjanjian Kerja Laut yang tidak memperbudak, yaitu : 1. kondisi dan syarat kerja: waktu kerja, waktu istirahat minimal 10 jam, dan cuti; 2. upah, cara pembayaran upah, upah lembur, upah cuti tahunan, dan bonus; 3. akomodasi, fasilitas rekreasi, dan konsumsi; dan 4. Jaminan Sosial dan/atau asuransi; 5. tempat dan tanggal penandatanganan PKL;  6. zona atau wilayah pelayaran, 7. jabatan atau rank dan jenis pekerjaan Awak Kapal Perikanan Migran, 8. tempat dan tanggal Awak Kapal Perikanan Migran diharuskan melapor pekerjaan di kapal; 9. Pelindungan Awak Kapal Perikanan Migran di atas kapal; 10. hak atas pemulangan atau repatriasi; 11. penyelesaian sengketa; dan 12. jangkawaktu PKL
  • Selain itu ada ketentuan jika PKL berakhir, tetapi masih berlayar yang tidak dimungkinkan dilakukan pemulangan, maka Awak Kapal Migran harus menerima imbalan upah dan kesejahteraan atas kelebihan waktu kerja.

Semoga tulisan ini dapat membantu menambah pengetahuan tentang tata kelola Awak Kapal Migran. Berharap dengan adanya PP tersebut kedepannya para Awak Kapal Migran tidak lagi menjadi korban perbudakam modern di laut atau tindak pidana perdagangan orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline