Lihat ke Halaman Asli

Bobi Anwar Maarif

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

PMI Ilegal Ingin Pulang, Susah Bukan Kepalang

Diperbarui: 26 Maret 2021   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TPPO | WNA Irak ditangkap Polisi di Apartemen East Casblanca Duren Sawit | Sumber Medcom.id

Saya mau berbagi cerita nyata (true story), tentang kisah seorang perempuan Pekerja Migran Indonesia. Pada Selasa, 22 Maret 2021 lalu, dia dipulangkan dari luar negeri, dan saat ini sedang menjalani karantina di Wisma Atlit Pademangan. Negosiasi pemulangannya gila, alot banget sampai memakan waktu sampai dua bulanan. Kenapa? Saya akan memulai ceritanya dari awal. 

Migrani (bukan nama sebenarnya) adalah salah seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Ibu rumah tangga dua anak itu diberangkatkan secara ilegal atau unprosedur oleh jaringan mafia ke Erbil Irak pada Oktober 2020. 

Memang, penempatan PMI secara ilegal atau unprpsedur ke negara-negara di Kawasan Timur Tengah sedang marak-maraknya. Meskipun pemerintah telah melarang dan menghentikan penempatan ke sana sejak 2015. 

Namun pemerintah tidak bisa membendungnya. Konon banyak oknum yang ikut bermain dalam bisnis haram ini. Maklum, fulus yang beredar besar banget. Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyebut angkanya hingga triliunan rupiah.  

Catatan Akhir Tahun Serikat Buruh Migran Indonesia (Catahu SBMI) tahun 2020 mengafirmasi maraknya penempatan unprosedur. Catahu itu membeberkan bahwa legalitas penempatan tahun ini merupakan paling buruk sepanjang 10 tahun terakhir. Data Catahu SBMI membuktikan 74,76% penempatan PMI dilakukan secara ilegal atau unprosedur. Sementara yang legal prosedural hanya 25,24%. Ngeri kali kawan.

Ini juga situasi yang dialami oleh Migrani. Menurutnya yang membuatnya tertarik ajakan calo perekrut itu karena iming-iming akan diberi uang sebesar Rp 10 juta. Terlebih keluarganya sedang dililit utang arisan. 

Sialnya, setelah menjalani proses, dia hanya menerima Rp 1,7 juta. Dia sebenarnya sudah berupaya meminta sisanya, tetapi si calo hanya memberi janji. Dia pernah mengancam akan mengudurkan diri. Malah diancam balik harus membayar Rp 20 juta. 

Baginya yang tidak mengerti hukum, ancaman itu sesuatu yang menakutkan. Alhasil, Migrani masuk dalam situasi yang dilematis. Mau tidak mau dia harus mengikuti arahan si calo hingga akhirnya sampai ke negara tujuan. Dan bekerja.

Setelah berjalan empat bulanan. Dia meraskan tubuhnya merasa letih, karena pekerjaannya sangat berat. Dia menceritakan, sebagai Pekerja Rumah Tangga (house keeping) dia memulai pekerjaannya sejak subuh dan mengakhirinya sekitar jam 2 dini hari. Semua jenis pekerjaan dirumah besar majikannya itu harus diselesaikan sendirian. Terbayang bagaimana capenya. 

Jadi dia bilang, rata-rata dalam setiap harinya dia harus bekerja selama 20 jam. Terlebih jika majikan ada acara keluarga. Huh pekerjaannya semakin bertambah berat. Memperihatinkan, peristiwa yang terjadi pada abad 18 lalu di Amerika Serikat masih terjadi di zaman now. Ini yang kemudian disebut sebagai modern slavery.   

Dokumen SBMI | Tiket kepulangan dari Turki ke Jakarta

Dia mengakui sering salah mengerjakan perintah majikannya. Hal itu terjadi karena tidak memahami bahasa Arab yang menjadi bahasa komunikasi sehari-hari. Tidak heran dia dilabeli 'bahlul' oleh majikan dan anggota keluarganya. Dia membela diri, itu wajar karena pada saat proses tidak pernah dilatih bahasa Arab. 

Tahapannya hanya daftar, kemudian pemeriksaan kesehatan, bikin paspor, setelah itu menunggu di rumah. Setelah dapat schedulle tiket, lalu diterbangkan dari Soekarno-Hatta transit di Istambul dilanjutkan lagi ke destinasi akhir. Erbil Irak. Kok bisa lolos ya?

Sruput dulu kopinya..........

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline