Lagi-lagi saya memplesetkan pepatah, "Jangan Gara-Gara Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga". Rasanya, judul yang tercipta dari plesetan pepatah itu, cocok untuk kondisi kekinian lembaga anti korupsi KPK yang kini dipimpin Abraham Samad.
Kondisinya, kini muncul asumsi-asumsi yang telah menuduh lembaga KPK sebagai antek-antek penguasa atau sebagai alat politik. Tentu saja asumsi-asumsi itu tak muncul tanpa sebab. Penyebabnya sudah banyak dipertontonkan ke publik, kalau pun harus diuraikan tentu sangat panjang. Saya anggap saja pembaca kompasiana sudah cerdas dan pasti sudah banyak membaca, jadi tak perlulah saya uraikan.
Kondisi diperburuk dengan keistimewaan yang diberikan KPK kepada orang-orang dilingkaran Istana atau Cikeas, hampir tak tersentuh sama sekali. Kalau pun ada pemeriksaan, hanya diperiksa sebagai peran yang tidak penting. Atau, kalau pun diperiksa, pengumuman KPK tidak seheboh dan terbuka seperti mengumumkan pemeriksaan saksi-saksi lainnya.
Yang sedang heboh dan masih hangat adalah mengenai statemen tegas Abraham Samad yang tak akan memeriksa Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono atau populer dipanggil Ibas. Padahal suami Alya Radjasa itu namanya disebut-sebut Diviadri di dalam persidangan kasus korupsi SKK Migas dengan terdakwa Simon Gunawan Tanjaya, kamis lalu.
Konyolnya, Samad mengatakan KPK hanya akan memeriksa pihak yang disebut di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan KPK hanya menindak lanjuti nama-nama yang ada di dalam BAP. Harusnya Samad tak seberani itu memasang badan untuk putra Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Tentu pernyataan saksi di persidangan dapat dijadikan pengembangan sekaligus melengkapi BAP, dan sangat layak ditindak lanjuti.
Tak hanya Ibas, Deviadri, pelatih golf Rudi Rubiandini (mantan Kepala SKK Migas), pun mengakui bahwa bos PT Kernel Oil di Singapura, Widodo Ratanachaitong, pernah bercerita bahwa perusahaannya memiliki jaringan ke Istana dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Namun Samad mengelak, dengan mengatakan bahwa di dalam persidangan setiap orang yang dimintai keterangannya, baik sebagai saksi maupun tersangka, dapat menyebutkan nama banyak pihak. Samad keukeuh kembali menegaskan, tak akan memeriksa nama-nama yang disebut di dalam persidangan.
Sikap pasang badan Samad ini tentu dapat mencederai kepercayaan rakyat kepada penegakan hukum pemberantasan korupsi lembaga independen KPK. Samad, dari hanya tampak samar berpihak ke penguasa menjadi terlihat semakin tegas keberpihakannya. Tentu ini sangat tidak baik! Kecuali memang ada niatan atau operasi khusus untuk meruntuhkan citra dan kepercayaan rakyat kepada KPK.
Lagi-lagi saya menegaskan, bahwa tulisan-tulisan saya mengenai KPK bukanlah untuk meruntuhkan lembaga anti korupsi tersebut. Yang namanya lembaga, pastilah didirikan untuk tujuan mulia. Tapi siapa yang menghuni dan menjalankan lembaga itu? Tentulah tak semuanya bersih. Saya instilahkan, ada oknum hitam dan oknum putih. KPK, harus tetap kokoh berdiri!
Demikianlah, Salam!
@bobbytriadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H