Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Peran Osama Bin Laden dalam Mengakselerasi Modernisasi Ekonomi dan Pertahanan Cina

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Bagaimana Peran Osama Bin Laden Dalam Mengakselerasi Modernisasi Ekonomi Dan Pertahanan Cina

Amerika Serikat merupakan negara superpower yang muncul setelah berakhirnya Perang Dingin. Beberapa perang yang pernah terjadi sebelumnya menimbulkan dampak traumatis di dunia, khususnya AS yang meninggalkan politik isolasionisnya pada saat Perang Dunia II pecah. Tidak sedikit korban yang berjatuhan dari pihak AS yang diakibatkan oleh perang besar yang pecah di Eropa tersebut. Oleh karenanya AS begitu berambisi untuk meredam negara-negara yang muncul sebagai kekuatan baru di dunia.

AS memandang untuk mejaga agar tatanan dunia tetap stabil maka harus ada hanya satu negara superpower yakni AS. AS memiliki kecurigaan dan rasa khawatir yang berlebih terhadap Cina, dimana Cina modern pada saat ini sedang memacu laju modernisasi sektor ekonomi, politik, dan pertahanannya.

AS melihat adanya potensi Cina akan mengancam kestabilan tatanan dunia yang selama ini telah berjalan. Kecurigaan AS ini bukanlah tanpa dasar yang kuat. Cina begitu gencarnya memodernisasi kekuatan militernya, sedangkan AS melihat bahwa Cina pada saat ini sedang tidak dalam ancaman dari negara manapun.

Pada akhir pemerintahan Clinton, hubungan kedua negara mulai membaik, namun pada saat naiknya Bush dimana pemerintahannya dipenuhi oleh orang-orang konservatif telah membalikan hubungan yang baik tersebut menjadi sebuah ketegangan yang baru. Bahkan Bush menyebut Cina sebagai strategic competitor dibandingkan strategic partner.

Ketegangan kedua negara semakin meningkat ketika terjadinya insiden tabrakan pesawat tempur kedua negara yang menyebabkan tewasnya pilot dari Cina. Sedangkan dari pihak AS melakukan pendaratan darurat di Pulau Hainan yang menyebabkan ditahannya 24 awak kapal AS. Sekitar 10 hari kemudian AS semakin memperkeruh keadaan dengan menjual persenjataan kepada Taiwan.

Setelah itu Bush sering melakukan kunjungan tidak resmi ke Taiwan, demikian pula Taiwan yang melakukan kunjungan ke AS. Kondisi tersebut tentu sangat menghawatirkan Cina akan niat AS yang sebenarnya. Ketegengan tersebut telah memancing para pengamat berspekulasi akan adanya konflik antara kedua negara dikemudian hari.

Namun aksi pembajakan pesawat AS yang disinyalir dilakukan oleh teroris al-Qaeda pada 11 September 2001 telah mengubah 180 derajat arah kebijakan luar negeri AS. Pesawat tersebut diarahkan dan ditabrakan ke gedung World Trade Center yang berujung pada jatuhnya korban jiwa dalam jumlah yang cukup besar. Disamping WTC teroris juga menabrakan pesawatnya kearah Pentagon.

Setelah terjadinya insiden tersebut AS memfokuskan kebijakan luar negerinya dalam memerangi aksi teror. Tidak lama kemudian AS menginvasi Afghanistan yang disinyalir negara yang menyembunyikan aktor dibalik serangan tersebut yakni Osama Bin Laden.

Cina menunjukan simpatinya dan menunjukan rasa simpatinya terhadap AS melalui hubungan telepon. Kedua pemimpin berjabat tangan tidak lama kemudian. Tragedi 11 September (9/11) tersebut telah mengubah titik balik hubungan kedua negara. Insiden tersebut sekaligus memberikan ancaman dalam bentuk baru, yakni pada abad modern ini ancaman tidak hanya datang dari negara musuh, tetapi ancaman juga dapat datang dari individu dan bentuk seranganyna sporadis bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.

Setelah insiden 9/11 tersebut arah kebijakan luar negeri AS adalah lebih kepada memerangi terorisme, seperti invasinya di Afghanistan tahun 2001, dan Irak 2003. Dalam aksinya tersebut tidak sedikit biaya yang telah dikucurkan oleh AS. Korban jiwa yang berjatuhan pun tergolong besar dari pihak AS sendiri sekitar 6000 pasukan AS yang menjadi korban akibat ambisi Bush dalam memerangi terorisme.

Jiang mengambil kesempatan ketika AS sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan war on terror diseluruh dunia. Ketika AS sibuk di Timur Tengah dan Afghanistan, Cina mengakselerasikan kekuatan ekonominya dan mempererat hubungannya dengan negara-negara lain di dunia. Semenjak periode 2001-2010 Cina telah berhasil melipatgandakan kekuatan ekonominya.

Diperkirakan Cina dapat melampaui kekuatan ekonomi AS dimasa yang akan datang, Cina memiliki kontribusi 20% PDB di dunia - lebih dibandingkan dengan AS. Kini Cina telah menjangkau perekonomian global. Didalam Asia sendiri Cina menjadi mitra dagang tersebesar Jepang, Korea Selatan, Australia, dan India, yang dimana tiga negara pertama adalah sekutu AS.

Cina juga menjadi mitra dagang terbesar bagi Asia Tenggara. Di Amerika Latin Cina terus menyebarkan pengaruhnya, dan kini Cina menjadi mitra dagang terbesar Brazil dan Chile.

Dengan seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi Cina tentu Cina juga meningkatkan kekuatan pertahanan militernya. Minimnya transparansi pertahanan Cina membuat AS memprotes upaya Cina dalam memodernisasi kekuatan militernya.

Bush beserta administrasinya yang dipenuhi oleh orang-orang konservatif telah melakukan kesalahan yang cukup fatal, dimana invasi terhadap Afghanistan dan Irak tidak memiliki kepentingan ekonomi yang signifikan. Kebijakan tersebut terjadi diakibatkan karena adanya rasa traumatis dan cemas oleh AS akan munculnya kekuatan baru yang akan mengganggu tatanan dunia.

Bank Dunia memprediksi bahwa pada tahun 2025 US dollar akan kehilangan dominasinya di dunia, euro dan renmibi akan membentuk menjadi sistem moneter multi-currency yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline