Lihat ke Halaman Asli

Ruang Berbagi

TERVERIFIKASI

🌱

Prosa Liris KRL Yogya-Solo: "Kereta Rasa Lokal" yang Mengglobal

Diperbarui: 4 September 2023   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prosa liris KRL Yogya-Solo: Kereta Rasa Lokal Yang Mengglobal - dokpri

Pagi yang cerah di Stasiun Tugu. Dalam gundah aku termangu. Inikah Tugu yang dulu? Sungguh, berbeda jauh dengan Tugu yang kukenal pada masa kecilku. 

Ya, Tugu yang semarak dengan teriak. "Pecel...pecel...,"seru simbok-simbok pedagang yang kala itu leluasa menyambangi stasiun penuh sesak.

Stasiun Tugu Yogya telah bersolek berkat sentuhan KAI - dokpri Bobby/Ruang Berbagi

Itu dulu. Tiga dasawarsa lalu. Kala itu, Tugu masih lugu. Kini Tugu telah bersolek. Juga berkat kehadiran KAI Commuter dalam rupa KRL Yogya-Solo yang molek. 

Aku memang bukan pejalan. Akan tetapi, toh aku dan KRL Yogya-Solo menjadi kawan. Jadwalnya ciamik. Berselimut pelayanan kru yang apik. Tahukah, duhai sahabat kekasih, gerbong-gerbongnya berselubung desain anggun batik?

Jogja Kota Batik di Stasiun Tugu - dokpri Bobby 

Di depan Tugu sisi selatan, terpampang jelas: Jogja Kota Batik Dunia. Sungguh, perpaduan stasiun adirupa dan kota berkarunia! Siapa tak ikut bangga merayakan budaya Nusantara dalam detak jantung kereta kencana?

Tak salah bahwa gerbong KAI Commuter Yogya-Solo berpakaian batik memesona. Betapa tidak, dua kota ini pusat seni adibudaya. Corak sidomukti, kawung, semen rante berpadu dengan ceplok dan nitik penuh makna. 

Stasiun Tugu sisi selatan - dokpri Bobby

Seperti sebuah cinta pertama seorang jomlo, demikianlah perjalananku bersama KAI Commuter Yogya-Solo. Orang Yogya ke Solo mencari segarnya timlo. Orang Solo ke Yogya berteduh di naungan joglo. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline