Perjumpaan saya dengan Sekolah Anak Kolong di Penjaringan, Jakarta Utara bagi saya bukan sebuah kebetulan, meskipun perjumpaan itu bisa saja disebut kebetulan.Â
Saya menyebutnya sebagai penyelenggaraan ilahi. Di tengah pandemi, saya berjumpa secara daring dengan keluarga besar almarhum Paulus Madur, pendiri sekolah informal untuk anak-anak kaum miskin perkotaan Jakarta.Â
Paulus Madur telah wafat. Perjuangannya dilanjutkan putra dan putrinya. Ibu Hermina saat ini adalah penerus kepedulian almarhum Paulus Madur yang peduli pendidikan anak-anak tanpa melihat perbedaan SARA.Â
Buktinya, pada murid Sekolah Anak Kolong ini adalah penganut aneka agama di Indonesia. Pelaksanaan pendidikan juga tidak bertumpu pada pengajaran iman tertentu, melainkan berwawasan nasional dan Bhinneka Tunggal Ika.Â
Sekolah Anak Kolong berdiri sejak Maret 1995 di atas tanah 5x10 meter. Saat ini Sekolah Ankol beralamat di Jalan Kampung Baru, Kubur, RT 11 RW 16, No 24, Penjaringan, Jakarta Utara, 14440. Bu Hermina menjadi guru tunggal di Sekolah Ankol tersebut.
Sebelum pandemi, Sekolah Anak Kolong menyelenggarakan pula pesantren kilat dan mengusahakan partisipasi dalam Idul Kurban.Â
Sayang sekali, saat ini justru Sekolah Anak Kolong terancam penggusuran. Masa depan Ankol ada dalam ketidakpastian akibat rencana penggusuran demi pelebaran jalan ini.Â
Di tengah ancaman penggusuran itu, Sekolah Anak Kolong tetap bersyukur kepada Tuhan Yang Mahaesa. Sekolah Anak Kolong juga berterima kasih kepada para donatur dan pemerhati.Â
Di antara para donatur dan pemerhati, ada pula sejumlah penulis Kompasiana atau yang disebut kompasianer. Seorang kompasianer telah menyumbang bingkisan untuk anak-anak Sekolah Anak Kolong beberapa waktu lalu.Â
Terbaru, seorang kompasianer lain memberikan bantuan uang yang diterima langsung oleh Ibu Hermina melalui rekening bank beliau. Kompasianer budiman ini ingin berbagi ungkapan syukur di bulan Ramadan atas sebuah prestasi dalam dunia kepenulisan.Â