Perjamuan puisi di Kompasiana ini demikian marak. Ada banyak pemuisi dengan idealisme dan gaya khas masing-masing. Ada pula penikmat puisi dengan harapan dan latar belakang masing-masing.Â
Salah satu puan pemuisi di Kompasiana, Ibu Fatmi Sunarya menyambut baik undangan Ruang Berbagi untuk bedah karya. Bedah karya ini sejatinya sebuah silaturahmi sekaligus wahana untuk saling belajar meningkatkan mutu karya.
Kali ini kita akan mengulik salah satu karya puisi Ibu Fatmi Sunarya dengan tajuk "Naif". Mari kita soroti imaji dalam puisi bermakna kaya, khas Ibu Fatmi Sunarya dalam puisi ini.
Bedah bait pertama
Tentang hati
Tentang waktu yang berlari
Tergenggam dua hal yang paling berharga
Tak pernah kering sebuah telaga
Seperti air sungai mengalir deras ke muara
Segala rasa membumbung tinggi di nirwana
Penuh, dengan sepenuh hati dan hari
Adakah yang lebih dari kebaikan hati?
Semoga tidak terbuang sia-sia
Semua berpulang kepada sang pencipta
Dua baris pertama memuat pararelisme: tentang hati//tentang waktu. Pararelisme ini dipertegas dengan baris ketiga: tergenggam dua hal yang paling berharga. Ini adalah contoh kepaduan gagasan dalam puisi. Tidak semua pemuisi mampu memadukan satu gagasan secara padat seperti Bu Fatmi.Â
Pemuisi tentu ingin menumpahkan isi hati secara bebas, namun sebaiknya jangan lupa menata secara artistik dalam baris-baris dan bait yang apik.Â
Justru keindahan puisi akan tampak ketika pemuisi juga secara sadar menata keanggunan karyanya dengan majas, imaji, dan diksi.Â
Baris-baris berikutnya memuat imaji atau dalam bahasa Inggris, imagery. Menurut kamus Oxford, imagery adalah visually descriptive or figurative language, especially in a literary work.Â
Imaji adalah bahasa visual atau figuratif, khususnya dalam karya tulis.