Lihat ke Halaman Asli

Ruang Berbagi

TERVERIFIKASI

🌱

Idul Fitri, Kenaikan Isa Almasih, dan Keheranan Orang Bule akan Indonesia

Diperbarui: 13 Mei 2021   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi dan kebebasan beragama. Sejumlah warga berjalan menuju Masjid Istiqlal untuk melaksanakan Salat Idul Adha seusai memarkir kendaraan bermotornya di Gereja Katedral, Jakarta, Minggu (11/8/2019) - (ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR)

"Kadang orang perlu meninggalkan tanah airnya jauh-jauh untuk menyadari keagungan bangsanya" (R.B.)

Hidup berdampingan dengan pemeluk agama dan kepercayaan lain secara damai adalah anugerah bagi kita, warga Indonesia. Kita bersyukur dilahirkan di negeri Bhinneka Tunggal Ika ini.

Anda yang pernah memiliki teman dari luar negeri tentu dengan bangga menceritakan betapa besar dan beragamnya bangsa Indonesia. Saya pun demikian. 

"Negaraku adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Saat Lebaran, kami yang nonmuslim pun bersukacita dan bersilaturahim dengan saudara-saudari muslimin dan muslimah," pamer saya pada teman-teman dari luar negeri. 

"Lebih istimewa lagi, tahun 2021 ini, kami di Indonesia merayakan Idulfitri dan Kenaikan Isa Almasih sebagai libur nasional," kata saya menegaskan. 

Para bule itu lazimnya bertanya penuh keheranan: "Kok bisa? Apa yang membuat kalian bisa hidup harmonis? Di negaraku dan di sejumlah negara tidak sedamai itu?"

Saya menjawab dengan bangga dan mantap, "Kami di Indonesia bersatu karena memang sejak dahulu nenek-moyang kami bersaudara. Apalagi kami punya Pancasila sebagai dasar negara. Indonesia bukan negara berdasarkan agama tertentu."

Kemudian saya menerangkan bahwa di Indonesia, ada banyak hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional. "Kalian orang Indonesia libur terus, kapan kerjanya," celetuk seorang rekan saya dari luar negeri. "Hehehe...makanya, jadi orang Indonesia biar sering libur," jawab saya. 


Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menyatukan kita
Saya terlahir sebagai generasi yang "kenyang" menjalani penataran P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Akan tetapi, sejatinya bukan penataran P4 yang membuat saya jatuh cinta pada negeri tercinta Indonesia.

Sebagian besar materi penataran P4 itu tidak saya ingat lagi. Pasal-pasal UUD 1945 pun sekarang samar-samar tersisa hafalannya di kepala saya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline