Lihat ke Halaman Asli

Ruang Berbagi

TERVERIFIKASI

🌱

Katrol Nilai dan Bocoran Soal Masih Ada, Edukasi ala Mangunwijaya Solusinya

Diperbarui: 15 April 2021   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JB Mangunwijaya.| Sumber: Kartono Ryadi via Kompas.com

Dahi saya berkerut ketika mendengar langsung penuturan seorang siswa sebuah sekolah menengah. "Nilai kami dikatrol oleh pihak sekolah. Biar kelihatan bagus di ijazah," ungkap remaja itu. 

Sejujurnya, rekayasa nilai atau "katrol nilai" bukan hal baru dalam dunia pendidikan kita. Ketika saya masih SMP pun, rekayasa katrol nilai adalah praktik yang lazim dilakukan.

Jika tidak salah ingat, bertahun silam pernah juga saya mendengar dari seorang guru bahwa guru-guru di rayon tertentu sepakat mengatrol nilai seluruh siswa. Motivasinya "Asal Bapak Senang". "Bapak" di sini mengacu pada pejabat tinggi dinas pendidikan setempat.

Oknum guru bocorkan soal

Baru-baru ini Kompas memberitakan, Kepala Sekolah dan guru matematika sebuah SMP di Sleman, DIY dipecat karena membocorkan soal ujian Asesmen Standar Pendidikan Daerah (ASPD). Oknum pendidik ini melakukan kecurangan supaya murid mereka memiliki nilai yang baik.

Buntut dari kejadian ini, keduanya dipecat secara tidak hormat. Suatu hal yang lumayan konyol mengingat ASPD bukan tes yang menentukan kelulusan. Hanya demi gengsi sekolah, oknum pendidik ini rela mengambil risiko yang berbuah pahit bagi karier mereka.

Bukan hal baru

Kembali ke zaman "purbakala", saat saya masih SMP di sebuah provinsi yang dikenal sebagai pusat pendidikan di Indonesia. Saya tahu, sejumlah oknum guru membocorkan soal ujian provinsi.

Modusnya waktu itu adalah ketika sejumlah oknum guru menjadi guru les belajar di aneka lembaga bimbingan belajar (bimbel). Untuk para siswa bimbel, oknum guru ini membocorkan soal ujian. Siswa dan orangtua siswa mungkin juga merasa senang dan diuntungkan.

Saya yang tidak mengikuti satu pun les bimbingan belajar jadi "korban". Karena tidak ikut bimbel yang "main mata" dengan oknum guru, saya tidak kebagian informasi "orang dalam" berupa bocoran soal.

Memang saya akui, pada masa saya remaja dulu, sistem pendidikan nasional masih bertumpu pada Ebtanas sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa. Hal ini membuat siswa, guru, dan sekolah mati-matian berjuang agar siswa bisa lulus. Jika bisa, dengan nilai tinggi. Apa pun caranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline