Jagad Twitter baru-baru ini diramaikan oleh tagar Gerakan Mute Massal. Setakat ini tagar yang memprotes berisiknya salah seorang komentator sepak bola kenamaan ramai digunakan warganet.
Sejatinya Gerakan Mute Massal ini menjadi masukan bagi sejumlah komentator sepak bola Indonesia yang dinilai terlalu lebay atau berlebihan. Maksud hati ingin menghibur penonton dengan ungkapan-ungkapan lucu, namun akhirnya membuat penonton merasa terganggu.
"Karena sejatinya penikmat sepakbola juga butuh edukasi, bukan pendengar teriakan yang menimbulkan polusi" menjadi pesan utama Gerakan Mute Massal.Â
Saya rangkum sejumlah komentar warganet:
- Dulu nonton sepak bola bisa tahu istilah tendangan bebas, penalti, tendangan sudut, dan istilah sepak bola lainnya. Kini yang kita dengar adaah "tendangan tega", "tendangan antarkampung", dan "jebret".Â
- Masyarakat perlu dididik tentang literasi sepak bola, bukan istilah yang tidak ada hubungannya dengan sepak bola.
- Tagar Gerakan Mute Massal jadi pro dan kontra. Kalau saya mendengar komentator kocak tertawa terus. Bukan karena pemain bola tapi karena memang lucu.
- Katanya sih teriak-teriak  begitu ada yang suka. Kalau saya sih tidak suka. Saya bayar lho untuk bisa nonton televisi.Â
Komentar lucu sebagai daya tarik
Tak dapat disangkal, masyarakat perlu hiburan di tengah tekanan hidup yang makin berat. Para penonton sepak bola pun perlu dihibur saat menyaksikan pertandingan. Komentator diharapkan menjadi pencair suasana.
Tanpa menyebut nama-nama tertentu, kita tahu ada sejumlah komentator sepak bola yang menciptakan ungkapan-ungkapan lucu sebagai daya tarik. Misalnya "ahay", "jebret", dan "umpan membelah samudera".