Saya bukan orang Pacitan. Akan tetapi, bukan berarti tidak punya hak dan kewajiban untuk urun rembuk tentang apa yang sedang terjadi di kabupaten yang pernah saya kunjungi hanya sebagai wisatawan. Apalagi, soal nasib saudara-saudaraku rakyat jelata sebangsa setanah air dan sepulau pula (!) di Pacitan.
Jujur, kepala saya tak henti-hentinya bergeleng-geleng kala membaca berita bahwa Pemprov Jatim menghibahkan dana Rp 9 milliar dalam pos APBD Perubahan Pemprov Jawa Timur 2020 melalui Pemda Pacitan.
Konon, dana itu disebut untuk membantu pembangunan sebuah museum yang dikelola sebuah yayasan. Yayasan itu jelas terafiliasi dengan sebuah partai politik.
Potret kemiskinan di Pacitan: Naik pada 2020
BPS Kabupaten Pacitan mencatat, pada periode 2010-2020, tingkat kemiskinan di Kabupaten Pacitan pada umumnya mengalami penurunan. Kenaikan jumlah penduduk miskin di Pacitan terjadi pada tiga tahun, yaitu 2013, 2015 dan 2020.
Kepala Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (IPDS) Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pacitan Angga Erwina Bayu pada Senin (11/1/2021) mengatakan, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pacitan pada tahun 2020 sebanyak 14,54 persen. Ini artinya, persentase penduduk miskin pada 2020 naik sebanyak 0,87 persen dibandingkan persentase pada 2019 yaitu 13,67 persen.
Menurut BPS Jawa Timur, Kabupaten Pacitan menduduki posisi kedelapan kabupaten dengan angka kemiskinan tinggi di Jawa Timur.
Pacitan dan potret masalah kesehatan
Dilansir BPS Kabupaten Pacitan, aneka masalah kesehatan masih menjadi beban bagi warga Pacitan. Berikut ini adalah tabel sepuluh masalah kesehatan umum warga Pacitan.
Pacitan pun masih memiliki bayi dengan gizi buruk. Tampak dalam tabel berikut:
Pada 2019, ada 53 bayi dengan gizi buruk dari 6.417 bayi yang lahir. Persentase bayi dengan gizi buruk di Pacitan pada 2019 adalah 0,82 persen. Penting diingat, ini adalah kasus yang dilaporkan. Lazimnya, ada kasus-kasus gizi buruk yang tak dilaporkan atau luput disurvei.