Jagad politik Indonesia telanjur kental dengan politik dinasti. Keluarga politikus beranak-pinak juga dalam kancah jabatan politik. Bapaknya gubernur, istrinya anggota DPRD, anak-anaknya pula.Â
Sejatinya dinasti politik tidak selalu buruk. Zaman kerajaan-kerajaan Nusantara pun politik hampir selalu bercorak politik dinasti, bukan? Akan tetapi, toh ada raja-raja yang bijaksana dan dicintai rakyatnya karena bersikap adil dan jujur.Â
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam sebuah acara pernah mengungkapkan sisi positif dinasti politik dalam hal penerusan ilmu politik kepada generasi penerus.
Dinasti politik dapat menjadi proses mentorship di mana tokoh politik akan menularkan pengalamannya berpolitik secara langsung kepada anggota keluarganya, seperti yang terjadi di India, Filipina dan Amerika Serikat. Demikian pendapat Muhtadi.
Pada hemat saya, menjadi masalah ketika dinasti politik gagal menghasilkan calon politikus dan politikus muda yang bermutu. Tampak nyata dalam sosok-sosok politikus muda yang emosional dan sok kuasa. Juga kelihatan dalam komunikasi publik yang kurang simpatik. Padahal, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang terdidik.
Sungguh, ketika aneka dinasti politik menghasilkan sejumlah oknum politikus muda karbitan yang hanya mengandalkan sosok orang tua yang pernah atau sedang berkuasa, seluruh rakyat Indonesia patut prihatin.Â
Mau jadi presiden? Belajar jadi ketua RT dulu
Kebetulan ibundaku juga (mantan) kader sejumlah parpol. Jadi aku tahu bagaimana suka duka jadi politikus tingkat lokal. Ibuku pernah mencalonkan diri jadi calon anggota DPRD II melalui berbagai parpol. Tujuan mulia beliau adalah untuk mewakili suara perempuan. Atau suara wanita, jika kata perempuan versi KBBI dianggap kurang sopan dan adil. Padahal, KBBI konon sekadar merekam sejarah bahasa.Â
Tentang sepeda motor kami yang "disembelih" untuk biaya jadi caleg, tidak ingin aku ceritakan di sini. Biarlah jadi kenangan untuk keluarga kami saja.
Gagal dua kali jadi anggota dewan, ibuku tidak baperan. Beliau tetap aktif berkiprah demi kebaikan masyarakat. Beliau malang melintang di aneka kelompok warga. Karena itu, nama ibuku jauh lebih tenar daripada namaku di kota kecilku.
Karena pengabdian tulus itu, ibuku dipercaya jadi pengurus aneka organisasi. Terakhir, ibuku dipilih jadi ketua RT. Aku dan adik-adikku pun bangga punya ibu RT yang adalah ibuku sendiri. Bayangkan, Ibu RT rela mencuci baju kami...hehehe.