Ada ribuan alasan mengapa seseorang menjadi penulis. Mulai dari alasan mencari penghasilan sampai mencari kebahagiaan. Mencari ketenaran. Mencari kawan. Semua sah-sah saja.
Ada yang mungkin menilai, penulis yang mencari uang itu kurang mulia. Eits, nanti dulu. Siapa tidak perlu uang? Uang pada dirinya sendiri netral. Ia bisa menjadi sarana berbuat baik dan jahat. Tergantung manusia yang memakainya, bukan?
Menulis untuk jadi terkenal pun sah-sah saja. Keterkenalan pada dirinya sendiri juga netral. Ada orang yang merasa perlu dikenal publik karena memang dia ingin membawa kebaikan melalui pengaruhnya. Ada pula yang ingin tenar untuk kepuasan diri. Tergantung pada pribadi yang memaknai dan menggunakan keterkenalan itu.
Menjadi penulis untuk cari uang dan jadi terkenal, salahkah?
Menjadi penulis untuk cari uang dan jadi terkenal itu bukan dosa dan bukan pula pelanggaran hukum. Menjadi berpenghasilan dan tenar melalui tulisan sejatinya menawarkan akses untuk semakin berbagi kebaikan. Ini jika kita sadari dengan nurani yang jernih.
Saat ini jejak digital seseorang menjadi sangat menentukan. Banyak perusahaan melakukan penyelidikan terhadap para calon pekerja melalui rekam jejak yang mereka tinggalkan. Termasuk rekam jejak sebagai penulis, entah tulisan receh di blog pribadi atau tulisan serius di media nasional.
Menulis untuk menabung rekam jejak positif sangatlah mulia. Dalam arti tertentu, kemampuan diri memang perlu kita tunjukkan, bukan kita sembunyikan.Â
Ibarat lentera, bakat-bakat dalam diri perlu kita asah dan tunjukkan pada dunia, juga melalui tulisan.
Apakah guna lentera yang disimpan di balik lemari? Cahayanya tidak berguna untuk menerangi dunia.Â
Penulis dan tiga kriteria moral tindakan yang baik
Ada tiga kriteria moral universal tindakan yang baik. Pertama, niat baik. Kedua, cara atau sarana yang digunakan juga baik. Ketiga, hasilnya (biasanya) juga baik. Tiga kriteria ini bisa menjadi patokan bagi setiap insan, termasuk penulis.