Siapa tak ikut terharu membaca berita bocah pemulung yang tekun membaca Al Quran sembari mencari penghasilan di jalanan? Saya yang nonmuslim juga ikut berempati dengan bocah saleh usia 16 tahun asal Kampung Sodong, Kelurahan Muarasanding, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut itu.
Ketekunan Muhammad Ghifari Akbar membaca kitab suci Al Quran di emperan toko di Jalan Braga, Bandung itu diabadikan oleh seorang warga dan kemudian viral di media sosial.
Pentingnya Membaca (Kitab-kitab Suci)
Setahu saya, salah satu keutamaan yang penting dalam agama saudara-saudariku pemeluk agama Islam adalah membaca dan tentunya mengamalkan Al Quran.Â
Salah satu versi terjemahan ayat yang memuat perintah untuk membaca (iqra') adalah “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah" (QS Al 'Alaq: 1-2).
Soal pentingnya membaca kitab suci kiranya ditemukan dalam hampir semua ajaran agama. Kitab Mazmur memuat ayat indah berikut: "Firman-Mu adalah pelita bagi kakiku dan cahaya bagi jalanku (Mazmur 119:105)." Kitab ini diakui sebagai bagian dari kitab-kitab suci Yahudi, Katolik, dan Kristen.
Mengutip tulisan Balipost, 3 Oktober 2001, pentingnya membaca kitab Weda tersua dalam ayat suci ini: "Vadhyaayam sravayet pitrye. Dharmasastrani caiva hi. Akhyaananitihasamsca Puranani khilanica" (Manawadharmasastra III.232).
Maknanya, saat upacara yadnya terutama saat pemujaan leluhur, ia harus membacakan kepada tamu-tamunya ajaran Weda, aturan hukum suci, cerita kepahlawanan dan cerita dalam kitab-kitab Purana dan Khila.
Dalam tradisi Hindu di Indonesia pada umumnya dan di Bali khususnya, ada pembacaan ajaran-ajaran agama lewat sastra weda. Pembacaan sastra weda itu lazimnya dalam bentuk kekawin atau prosa yang diambil dari Itihasa dan Purana.
Teladan Muhammad Akbar, si bocah pemulung yang tekun membaca kitab suci perlu diikuti anak, remaja, dan juga orang dewasa pemeluk agama dan kepercayaan apapun di Indonesia ini, yang memiliki kitab-kitab suci penuntun hidup.Â