Lihat ke Halaman Asli

Ruang Berbagi

TERVERIFIKASI

🌱

Salahkah Label "Bantuan Presiden RI"? Haruskah Diganti Jadi "Baper"?

Diperbarui: 3 Mei 2020   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto istimewa via Tribunnews.com

Baru-baru ini tas berisi sembako yang dibagikan Kementerian Sosial menuai kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah label 'Bantuan Presiden RI' pada tas itu. Salahkah label itu? Haruskah diganti jadi 'baper'? Mari kita ulik!

Politikus PDI-P, Arteria Dahlan mengatakan,"Kalau dilihat tulisannya dan dilihat logonya, itu sangat jelas kaitannya dengan Lembaga Kepresidenan, tidak Presiden Jokowi secara pribadi."

Lebih lanjut, Arteria mengatakan bahwa yang salah adalah saat bantuan itu diberi label 'Bantuan Keluarga Jokowi' atau saat label 'Bantuan Presiden' disematkan pada bantuan yang berasal dari pihak swasta dan dari luar negeri.

Sementara itu, politikus PAN, Saleh Partaonan Daulay, mempertanyakan, "Mengapa mesti harus ada tulisan bantuan dari presidennya? Bukankah itu memakai uang negara? Artinya, itu bukan bantuan personal, tetapi bantuan negara yang didanai dari dana APBN milik rakyat."

Salahkah Label 'Bantuan Presiden'?

Sejatinya, menurut tinjauan (sejarah) kebahasaan, label bantuan presiden sudah biasa disematkan pada sejumlah bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat pada rakyat.

Presiden Soeharto memberikan bantuan berupa sapi perah, pembangunan gedung sekolah, dan sebagainya. Penetapan pemberian bantuan pemerintah pusat ini dituangkan dalam Instruksi Presiden. Karena itu, kita mengenal sapi inpres, SD inpres, dan sebagainya.

tangyar buku Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi (2003) - dokpri

Menariknya, penerima Nobel Ekonomi Ester Duflo pernah menjadikan keberhasilan proyek SD Inpres sebagai objek penelitiannya. 

Berkat melonjaknya penerimaan negara dari sektor migas , pemerintah pusat waktu itu mampu membangun 61,8 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Adalah instruksi presiden No. 10/1973  yang menjadikan proyek ini lebih dikenal dengan sebutan proyek SD Inpres.

Sayangnya, Prof. Dr. Widjodjo Nitisastro (1927-2012) yang menggagas SD Inpres tidak pernah mendapatkan kusala Nobel. 

Zaman SBY Juga Ada 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline