Pada Dirgahayu Indonesia ke 71 ini Saya, menulis tulisan sebagai harapan kepada menteri ESDM yang berikutnya dengan tujuan sebagai masukan sehingga Ketahanan Energi Nasional dan Kedaulatan Energi dapat tercapai :
Harus di sadari bahwa KETAHANAN ENERGI adalah TUJUAN UTAMA dari ESDM dan pilar utama dari Ketahanan Nasional. Sayangnya selama saya berkecimpung di energi dalam 25 tahun ini, perencanaan energi Indonesia selama ini banyak di bebani oleh kepentingan kelompok sehinga menyebabkan perencaan energy yang tidak optimal -- BUKTINYA APA ?
Sederhana aja, dengan cukup melihat Index Ketahanan Energi yang di terbitkan oleh World Energi Council. Index Indonesia dari tahun ke tahun merosot terus, bahkan jauh di bawah Malaysia, Singapore, Thailand dan Philpina yang mana mereka tidak miliki sumberdaya alam sebesar Indonesia. – Ini adalah bukti ketidak mampuan ESDM selama ini melakukan perencanaan -- ini adalah FAKTA !!
Harapan Saya adalah kepada Menteri ESDM berikutnya :
1) ESDM harus bisa meningkatkan index Ketahanan Energi (Trilemma Index) dari posisi 65 saat ini dan dari tahun ke tahun turun terus (Malaysia 21, Singapore 23, Philippine 50) paling tidak sebelum 2019 sudah mendekati 50. - Untuk itu ESDM setiap tahun harus mengumumkan Index Trilemma sebagai bagian dari akuntabilitas – Saya rasa index Trilemma ini dapat di jadikan Index Kinerja Utama ESDM.
2) Untuk mencapai menaikan index harus memperhatikan 3 komponen utama :: a) Energy Equity (Keterjangkauan harga listrik) b) Energy Security (Ketersedian jangka panjang) c) Enviromental Sustainability (aman untuk lingkungan) – komponen ini juga sesuai dengan defnisi Ketahanan Energi yang ada pada PP No 79/2014 ttg Kebijakan Energi Nasional – tapi sayangnya Ketahanan Energi hanya defisniskan oleh ESDM sebagai Cadangan Minyak Nasional yang sebenarnya hanya bagian kecil dari Ketahanan Energi
3) Menjadikan harga listrik terjangkau oleh masyarakat relatif terhadap daya beli (GDP per Kapita) bukan harga listrik absolut -- faktanya harga listrik Indonesia relatif terhadap GDP perkapita tertinggi di ASEAN. -- Bila di lihat di ASEAN harga listrik yang terjangkau adalah Singpore, Thailand dan Malayasia. Yang menyebabkan ekonomi ke 3 negara tersebut sangat kompetitif. Indeks kompetitif indonesia juga di bawah ke 3 negara tersebut.
4) Dapat meningkatkan kapasitas terpasang Indonesia dari 210 watt per orang menjadi di atas 1000 watt per orang dalam 10 tahun kedepan. -- Indonesia kapasitas terpasang per orang terendah di ASEAN. dengan hanya 210 watt maka industrialisasi akan sulit tercapai. Untuk mencapai itu maka target kapasitas terpasang per tahun harus di atas 10 GW per tahun sehingga dalam 10 tahun konsumsi listrik dapat tembus 2500 Kwh per Kapita yang artinya GDP perkapita dapat tembus USD 10,000 per capita (lolos dari middle income trap). - rumus nya setiap kenaikan 1 kwh maka memberikan kontribusi $4 GDP per kapita
5) untuk mencapai kapasitas terpasang di atas 10 GW per tahun maka pemerintah pusat, cq, ESDM harus mulai berbicara GW bukan skala kecil. ESDM/PLN harus hanya mengurus di atas 500 MW di bawah itu harus di serahkan daerah. -- Bila terus mengurus yang skala kecil maka SDM tidak cukup dan target kapasitas tidak tercapai. -- Sebagai contoh : India mampu membangun pembangkit rata-rata di atas 30 GW per tahun sementara indonesia dalam 20 tahun terakhir indonesia hanya mampu 3 GW per tahun. - - dengan perencanaan yang cermat Indonesia pasti mampu tapi harus out of the box.
6) Mulai melakukan program dekarbonisasi, menghapuskan ketergantungan terhadap fossil. Faktanya dalam RUEN 70% energi masih fossil -- ini menyebabkan 2 masalah : a) target penurunan emisi tidak mungkin tercapai b) paska 2040 TOTAL FOSSIL (batubara, minyak dan gas) HABIS !! -- artinya harus Import. RUEN 2016 - 2050 hanya akan menghasilkan paska 2040 70% energi harus import – Bahkan menurut BPPT Outlook 2016 pada tahun 2030 Indonesia sudah menjadi NET IMPORTIR Energi artinya konsumsi lebih besar dari kemampuan produksi energy dalam negri maka harus import. -- Ini tidak menciptakan sebuah masa depan yang cerah bagi anak cucu kita. Apa ini perencanaan yang baik ? Jelas tidak.
7) Dalam melakukan perencanaan Dekarbonisasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan keterjangkauan harga listrik jangan sampai harga listrik justru tidak terjangkau dan mengakibatkan ekonomi sulit berkembang -- seperti kasus Jerman.