Sektor energi hampir dapat dikatakan tidak ada perubahan selama 100 tahun terakhir sejak revolusi industri abad ke 19, masih di dominasi oleh energi fossil yaitu batubara, minyak dan gas bumi walaupun energi sudah dapat di hasilkan oleh angin, surya, air dan nuklir tetapi lebih dari 78% produksi energi masih memakai fossil khususnya Batubara.
Walaupun batubara sesungguhnya menimbulkan masalah cukup besar bagi lingkungan dan menyebabkan terjadi pemanasan global, bahkan KEMATIAN sebuah fakta yang banyak orang menutup mata. Menurut laporan Greepeace "Ancaman Maut PLTU Batubara" di perkiraan kematian dini di Indonesia akibat pencemaran batubara ada sekitar 6500 per tahun.
Hal yang sama juga terjadi di Amerika, kematian dini akibat pencemaran flyash batubara sekitar 13,000 per tahun seperti yang di laporkan oleh American Lung Association seperti juga di laporkan oleh Clean Air Task Force yang di bentuk oleh Presiden Obama dalam laporannya "The Toll From Coal : An Updated Assesment of Death and Disease From America's Dirtiest Energy Source".
Jelas Batubata kotor dan mematikan tetapi pada akhirnya para pengambil kebijakan lebih memilih menutup mata, kuping dan mulut terhadap masalah tersebut dan lebih mempertimbangkan masalah ekonomi karena batubara adalah sumber energi termurah dalam jumlah cukup banyak di dunia dengan ketersedian lebih dari 861 milyar ton atau cukup untuk 100 tahun maka sebagian besar negara berkembang masih menjadikan batubara sebagai sumber utama energi, sebagaimana juga Indonesia.
Walaupun di Indonesia ada sekitar 12 Milyar ton Batubara tetapi karena jumlah export yang tinggi maka di duga batubara Indonesia akan habis dalam kurang dari 20 tahun lagi. Bahkan dalam Buku Putih PLTN (ESDM) Batubara dan Minyak akan habis pada 2025 yang menyumbang sekitar 50% dari energi mix Indonesia. -- Lalu apa gantinya ? Import batubara? Ironis bukan.
Bahkan Jerman yang di katakana sebagai pendukung berat energi terbarukan ternyata 47% energinya masih berasal dari batubara. – Artinya bila kita ingin menghilangkan batubara dari bauran energi maka sumber energi tersebut bukan saja harus tersedia cukup banyak, lebih dari 100 tahun tetapi juga biaya pembangkitan listrik yang lebih murah dari batubara, yaitu dibawah 6 sen/KWh.
Adalah Thorium (Th) dengan no atom 90 yang ditemukan pada tahun 1928 oleh seorang ahli kimia Swedia, Jons Jakob Berzelius yang memiliki peluang untuk menjadi pengganti energi fossil selama ribuan tahun kedepan. Sebaran Thorium di muka bumi ini cukup banyak sebesar 6 ppm atau hampir hampir sama banyaknya dengan timbal (Pb), Bahkan Pemenang Hadiah Nobel Fisika (1984), DR Carlo Rubbia memperkirakan sumber daya Thorium di dunia ada sekita 1,3 Juta ZetaJoule atau setara dengan 31 Triliun MBTOE atau 4270 kali lebih banyak di banding seluruh sumber daya fossil (Minyak, Batubara dan gas) atau 200,000 kali lebih banyak daripada Uranium artinya bila Thorium di pakai untuk seluruh kebutuhan Listrik dunia yang saat ini 15 TerraWatt per tahun maka Thorium cukup untuk 28.000 tahun.
Rubbia memprediksi Thorium akan menjadi bahan baku energi masa depan menggantikan energi fossil karena bukan saja ketersedianya sangat banyak tetapi Thorium memiliki densitas energi tertinggi di antara seluruh bahan baku energi yang ada, sebagai perbandingan 1 ton Thorium = 200 ton Uranium = 3,500,000 ton batubara atau 1 kg batubara dapat menyalakan lampu 100 watt selama 4 hari, 1 kg Gas selama 6 Hari, 1 kg Uranium selama 120 hari dan 1 kg Thorium 4000 tahun (lihat gambar diatas) atau dengan kata lain 1 ton Thorium dapat menjadi bahan baku reaktor yang menghasilkan listrik sebesar 1000 MW selama 1 tahun.
Thorium biasanya di temukan sebagai ikutan mineral antara lain monazite, batubara, besi, dan masih banyak lagi. Tapi sayangnya sampai saat ini ESDM tidak pernah melakukan kajian tentang sumber daya Thorium di Indonesia mungkin karena tidak pernah di sadari potensi energi Thorium yang begitu besar. Hanya BATAN yang pernah mengkaji potensi Thorium yang ada di Bangka-Belitung yang ikut bersama Monazite yang di perkirakan ada sekitar 121,500 ton (Buku Putih PLTN). Itu saja sudah mencukupi untuk 121 GW selama 1000 tahun (saat total konsumsi listrik Indonesia masih dibawah 50 GW/th).
Untuk memperkirakan sumber daya Thorium di Indonesia Kita dapat memakai data Rubbia dan mengkalikannya dengan ratio Luas Indonesia (0.0128) terhadap Dunia, maka kita mendapatkan jumlah sumber daya Thorium di Indonesia 397.971.561.415 MTOE (397 Milyar Million Ton Oil Equivalent). Untuk membayangkan berapa besar sumber daya ini, menurut Kebijakan Energi Nasional (PP no 79/2014) Total kebutuhan energi Indonesia pada tahun 2050 sekitar 1000 MTOE dengan Konsumsi per tahun 134 MTOE -- Jadi bayangkan Thorium cukup untuk Puluhan Ribu tahun, Indonesia tidak pernah lagi kekurangan energi. - Walau ini adalah pekiraaan tetapi di lakukan oleh seorang Pemenang Hadiah Nobel Fisika, yang dilakukan dengan sangat cermat dan dapat di jadikan acuan untuk penelitian yang lebih serius oleh ESDM.
Sesungguhnya tanpa banyak di sadari oleh masyarakat dunia, Thorium sudah di pakai sebagai sumber penerangan sejak 100 tahun yang lalu yang di kenal dengan Petromax yang sesungguhnya adalah sebuah reaktor bertenaga Thorium, karena kaos lampu Petromax sessunguhnya di lapisi oleh Thorium yang membuatnya bercahaya sangat terang (Baca : Petromax Reaktor Bertenaga Thorium).