Lihat ke Halaman Asli

Bob S. Effendi

Konsultan Energi

Menggugat Kebijakan Energi Nasional

Diperbarui: 4 Juli 2015   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang di sebut Kebijakan Energi Nasional adalah Perpres No 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang akhirnya di revisi menjadi PP no 79 tahun 2014 di tanda tangan SBY sebelum turun yang di susun oleh Dewan Energi Nasional.

KEN Seharusnya merupakan sebuah upaya menjadikan Indonesia mencapai kemandirian energi paska 2050 sampai ke beberapa generasi kedepan tetapi yang sesungguhnya akan terjadi kebalikannya : dalam satu generasi (paska 2050) 69% sumber energi primer Indonesia akan habis –  Sehinga Indonesia harus  import energi atau akan membeli dari negara ASEAN melalui ASEAN Power Grid – Kemandirian energi tidak terjadi paska 2050, hal inilah yang akan Kami perlihatkan dari data ESDM sendiri.

Jelas KEN bukanlah sebuah rencana yang matang bila hanya menghabiskan sumber daya alam dalam satu generasi, tidak di butuhkan orang pintar untuk melakukan hal tersebut. Jelas sekali KEN di dorong oleh kepentingan pengusaha sumber daya alam untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu singkat. KEN juga bertentangan dengan kesepakatan Dunia untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca yang di tetapkan dalam Perpes no 61/2011.

PP no 79 tahun 2014 tidak lain hanya melanjutkan Perpres no 5/2006 yang targetnya hanya sampai tahun 2025 di tarik menjadi ke tahun 2050 pada PP No.5/2014 dengan peningkatan porsi energi terbarukan tetapi tetap porsi terbesar pada fossil fuel (Minyak Bumi, Gas Bumi dan Batubara).

Memang Kami mengakui banyak hal-hal lainnya yang lebih baik dalam PP 79 dibanding Perpes 61 tetapi fundamental asumsi terhadap energi masih sama yaitu : Ketergantungan terhadap energi Fossil seolah-olah dalam 20 tahun kedepan tidak akan ada teknologi energi lainnya, khususnya energi bersih (clean energy) yang dapat menggantikan energi fossil sebagai energi primer.

Dalam PP No 77  Tahun 2014 pada pasal 9 point f di jelaskan :

f) tercapainya bauran Energi Primer yang optimal:

  • Pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi;
  • Pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari  20% (dua puluh persen);
  • Pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh persen), dan pada tahun 2050 minimal 25% (dua puluh lima persen);
  • Dan pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua persen) dan pada tahun 2050 minimal 24% (dua puluh empat persen).

Seperti tergambar dalam diagaram di bawah :

 

Menurut KEN pada tahun 2025 pemakaian bahan bakar fossil (Batubara, Minyak & Gas) mencapai 77% yang akan di tekan menjadi 69% pada tahun 2050. Terjadi peningkatan pasokan energi terbarukan dari target 25% pada tahun 2025 menjadi 31% pada tahun 2050 – Tetapi energi primer tetap di dominasi oleh sumber energi fossil. 

Pertanyaan sederhana dalam sebuah rencana adalah berapa lama sumber daya energi fossil tersebut akan habis. Sayangnya dalam dokumen Kebijakan Energi Nasional hal tersebut tidak di bahas. Tetapi dalam dokumen EDSM lainnya yaitu “Buku Putih PLTN 5000 MW (update 11 Feb. 2015) pada halaman 9 tertulis :

“Diperkirakan cadangan minyak bumi nasional akan habis dalam waktu 12 tahun... sehingga cadangan batubara proven diperkirakan akan habis dalam waktu 22 tahun. Gas sebagian besar masih diekspor dan diperkirakan akan habis dalam waktu 36 tahun”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline