Lihat ke Halaman Asli

Diplomasi Budaya Jalur Rempah dalam Dilema Ratifikasi Konvensi UNESCO

Diperbarui: 30 Mei 2021   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Peta Navigasi Jalur Rempah Peta Navigasi dan Jalur Rempah: Jodocus Hondius, 1610. 

Peran diplomasi "Jalur Rempah" bertentangan dengan kebijakan politik pemerintah Indonesia yang tidak ingin melakukan ratifikasi konvensi The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) 1970 dan 2001.Hal ini menjadi dilema kultural yang membutuhkan pengakuan masyarakat dunia sebagai jalur perdagangan rempah-rempah warisan budaya, terdapat fakta penemuan harta karun atau Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) banyak terdapat di jalur rempah wilayah Indonesia. (Priambodo Utomo, 2021)  

Warisan budaya jalur rempah Indonesia belum diakui oleh dunia melalui Scientific and Cultural Organization (UNESCO) karena syarat dalam pengajuan tersebut adalah sejarah tentang rempah-rempah yang memiliki nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV) .

Signifikansi budaya dan atau alam yang begitu luar biasa sehingga melampaui batas-batas nasional dan menjadi kepentingan bersama bagi generasi sekarang dan mendatang dari seluruh umat manusia. Nilai universal membutuhkan bukti kuat pengakuan dari negara-negara yang disinggahi para pedagang rempah yang mengunjungi kerajaan-kerajaan nusantara pada zaman dahulu (Bram Kushardjanto, 2020)

Permasalahan Ratifikasi UNESCO

Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melakukan ratifikasi menjadi permasalahan  diplomasi budaya jalur rempah sebagai warisan perdagangan budaya dunia di kawasan Asia. Kebijakan program pengelolaan jasa kelautan dan investasi mengangkat Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), ditetapkan Undang-Undang investasi Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Landasan kebijakan pemerintah sudah sesuai dengan konstitusi UUD 1945 pengelolaan kekayaan dan warisan budaya di perairan laut Indonesia karena menjadi hak dan kekayaan warisan budaya bawah air Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982 yakni, memperoleh hak kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 km2 yang menyangkut eksplorasi,eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya hayati. Maka secara hukum ratifikasi konvensi The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) 1970 dan 2001 dinilai tidak efektif yang melarang melakukan pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) dan eksploitasi

 Penemuan Kapal Pengangkut Rempahdi Portugal Foto Merdeka.com/ Nanda Farikh Ibrahim 

Kebutuhan Arkeologi dan Diplomasi Jalur Rempah

Undang-Undang investasi Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam membuka ruang investasi eksploitasi kawasan situs budaya bawah air juga belum mempunyai perlindungan keamanan dan pertahanan yang memadai untuk dijadikan kebutuhan nilai arkeologi bawah air, seharusnya pengelolaan jasa kelautan cagar budaya bawah air juga melibatkan masyarakat dan lingkungan berbasis kawasan warisan perdagangan jalur rempah dalam membuka ruang diplomasi budaya kekayaan rempah-rempah Indonesia dapat mendatangkan kesejahteraan masyarakat.

Melihat hubungan yang saling keterkaitan aspek ontologis antara peran diplomasi budaya melalui jalur rempah dan pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), perlu dilakukan negosiasi kepentingan nasional Indonesia dalam melakukan ratifikasi dengan UNESCO sebagai strategi pengelolaan jasa kelautan .

Artikel ini telah tayang  : kumparan.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline