Kami berada di lereng kaki gunung Rinjani sebagai penyanggah gunung yang sangat gagah perkasa. Menyimpan sejuta misteri keindahaan dan panorama alam. Inilah yang menjadikan kami sebagai sorotan dunia dalam destinasi wisata. Namun, sungguh saying, pada Minggu (29/7/2018), kami digegerkan dengan guncangan hebat berskala 6,5 SR dan merupakan awal dari musibah alam yang kami alami. Disusul dengan guncangan yang lebih hebat lagi 7,0 SR, dan ribuan guncangan-guncangan yang lainnya.
Gempa bumi inilah namamu. Yang telah menggoreskan luka nestapa yang mendalam. Luka kehilangan orang tua. Luka kehilangan anak, sanak saudara dan luka kehilangan tempat tinggal harta benda.
Menjadi kesatuan melengkapi derita kami. Ratusan tangisan anak yang kehilangan orang tua. Ratusan rintihan seorang ibu yang kehilangan anak, suami, saudara dan riuhnya dentuman detuman yang merobohkan bangunan yang menindih penghuninya menjadi nyanyian pilu di telinga kami. Air mata, teriakan, derita dan ancaman menjadi teman hidup kami saat ini.
Lombokku luluh lantaknya permukiman. Tertimbunnya mayat akibat reruntuhan ,bergelipangannya ribuan orang di setiap rumah sakit saksi bisu kemurkaan alamku .kami haya bisa pasarah dan berdoa semoga bencana ini berlalu. Empat puluh hari sudah bencana ini terjadi kini, kami bangkit dari kepasrahan dan kegundahan memberanikan diri berdiri tegak walau jiwa masih terancam demi melanjutkan perjuangan hidup kami.
Masyarakat kembali beraktifitas seperti biasa. Kami kembali belajar ke sekolah namun sayang sekolah kami ternyata tidak luput dari amukan alam,ruang belajar rusak berat dan tidak layak untuk kami tempati namun tidak mengurangi minat kami untuk belajar.kami belajar di lapangn dengan kondisi seadanya,berpagarkan terpal untuk menghindari sengatan matahari.
Jiwa raga merintih melihat kondisi ini. Namun apa daya kami harus tegar dan bangkit bangkit dari kesedihan. Bangkit dari keterpurukan dan bangkit untuk merapikan kondisi kehidupan. Mulai membangun diri untuk menata masa depan yang gemilang dengan sejuta impian dan harapan.
Lombok Indonesiaku tercinta. Teriknya panas matahari menerpa tubuh ini. Keringat yang bercucuran dan tenda tenda terpal yang menjadi dinding belajar jadi saksi sejarah perjuangan melawan kondisi demi meraih cita-cita dan mempersiapkan masa yang gemilang.
Lombok indonesiaku. Sekarang kita menangis melihat darah yang bergelimpangan, melihat anak, orang tua, saudara, suami tergeletak kehilangan nyawa. Hampa sudah pandangan ,hancur sudah harapan.Berteriaklah semaumu,menangislah sepuasmu,keluarkanlah keluh kesah deritamu karna saat ini hanya ini yang bisa kita perbuat.
Ya Alloh kami memohon dengan segala kerendahan diri. Ahiri musibah ini, kami ingin hidup menata kembali yang tersisa untuk bangkit memperbaiki semua. Sehingga kami bisa melalui masa masa sulit ini dengan penuh harapan dan impian. Musibah ini adalah awal dari rahasiaMU untuk kami yang lebih baik amin ya robbal alamin.
DEWI RATNA SKARWANGI
Guru Madrasah Tsanawiyah