Lihat ke Halaman Asli

"Ctak"!, Bunyi Kompor Inaq Zohriyah Seusai Pembuatan Gas dari Kandang Sapi

Diperbarui: 18 Februari 2018   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tabung gas elpiji, tak lagi digunakan oleh 50 warga Dusun Bila Kembar, Desa Suela, Kabupaten Lombok Timur. Dengan tekad pemuda setempat, Rasyid Ridho, kebutuhan primer kaum hawa itu, diubah dengan memanfaatkan kotoran ternak khususnya sisa sapi dengan menjalin kerjasama bareng dinas terkait pemprov Nusa Tenggara Barat.

Pada pagi Minggu (18/02/2018), Inaq Zohriyah, ditemui Jurnalis Kompasiana sedang melarutkan air dengan sisa (kotoran) sapi tepat di belakang rumahnya, RT 2, Dusun Bila Kembar. Tabung dengan jumlah 3 buah itu, dikerjakan oleh Dinas Tenaga Perumahan Nusa Tenggara Barat (NTB) di tahun 2016 lalu. Yang bekerjasama dengan salah satu lembaga sosial dan perumahan pemerintah Jepang.

"Untuk pemeriksaan tentang kerusakan, tetap dilakukan satu tahun sekali di rumah Rasyid," kata Ibu Zohriyah di sela-sela pembersihan pusat larutan dengan air. Rosyidi Ridho membina 50 warga. Dua di antaranya Inaq Pian dan Inaq Zoh.

Terdapat tiga wadah dalam proses larutan dan tempat penyimpanan sisa larutan sebelum menuju ke kompor gas di dapur melalui saluran pipa yang telah tersedia, dan memiliki fungsi khusus melaju ke kompor, di dapur.

Tempat olahan pertama berbentuk silinder dengan kedalaman 60 centimeter. Hasil larutannya lalu mengalir memasuki tabung bundar bulat berukuran 2 meter 60 centimeter. Tabung bulat bundar ini tak terlihat lantaran posisinya berada di bawah yang tertutup dengan tanah. Aliran dari wadah yang bundar dan bulat itulah menjadi pupuk yang disediakan kolam berukuran kecil persegi empat dengan kedalaman 60 centimeter.

Inaq Zoh, sudah satu tahun menggunakan gas olahan sisa sapi tersebut. Aturannya, 3 ember sisa sapi dicampur dengan 3 ember air. Dalam proses pelarutannya, terdapat besi yang memiliki gigi dan pegangan. Gigi besi bercabang dan dilingkari dengan pipihan besi pula sehingga terasa ringan saat diputar. Tak lebih dari 3 menit lama proses larutan, lalu dibuka tutup saluran menuju tabung besar di bawahnya yang di dalamnya sudah disambut oleh saluran pipa menuju jalur ke kompor gas, di dapur. "Ctak!" bunyi kompor gas saat dihidupkan oleh Inaq Zoh memasak air.

Menjelang tiga hari, dilakukan pengisian kembali. Hal ini dapat ia amati dari kualitas dan kuantitas kompor saat dinyalakan di dapur. "Kalau apinya sudah mulai redup dan terlihat lemah, baru kita buat lagi jelang 3 hari sekali," ujarnya.

Seusai pelarutan, gas harus dihidupkan. Bila dalam satu hari saja tak digunakan memasak seusai pembuatan, maka tabung bundar berukuran besar itu akan mengeluarkan sisa yang cukup banyak lantaran kerasnya tekanan gas di dalamnya. Terdapat perbedaan kuantitas nyala api seusai pengolahan dilakukan, biasanya akan keras dan bertenaga lantaran gasnya baru. Bila dibandingkan dengan gas elpiji, ini lebih alami, hemat dan tak mengeluarkan biaya. Akan tetapi, tak semua orang dapat menggunakannya, harus keluarga yang memiliki kandang seperti di desa-desa seperti di Dusun Bila Kembar dan sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline