"Guru harus hati-hati, siswa dan orang tua jangan cepat emosi."
Dunia pendidikan, masih belum bebas dari perilaku kekerasan. Antara guru dan murid serta guru dengan wali murid. Walaupun tidak semuanya sekolah dan lembaga pendidikan yang bertindak kekerasan.
Persoalan guru honorer bukan hanya pada minimnya gaji yang diterima per bulan dalam pengabdiannya sebagai pendidik di lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi nillai Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Tetapi juga soal keselamatan dan profesional yang diupayakan oleh pemerintah, masyarakat dan murid untuk saling pengertian satu sama lain.
Guru honorer yang dituntut datang pagi selayaknya guru negeri. Dituntut untuk menyusun perangkat pembelajaran silabus, kalender pendidikan, RPP dan menyusun program imtaq, ekstrakulikuler dan mendampingi siswa mencintai kebersihan, kebaikan dan kebenaran. Semangat cinta Tanah Air berupa pramuka dan PMR (Palang Merah Remaja) yang bergerak dalam bidang kesehatan di internal kelas juga bisa diemban dan kelola oleh guru honorer.
Kini guru honorer memiliki ancaman di internal sekolah tempat ia mengajar. Tak lain menurut hemat saya adalah dampak dari tontonan, pergaulan dan perkembangan zaman. Kejadian di SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Kamis (1/2/2018) lalu, Ahmad Budi Cahyono (26), seorang guru honorer meninggal dunia dianiaya muridnya HI (17) memberikan punch (efek kejut) bagi masyarakat yang berharap pendidikan menjadi solusi dalam misi perdamaian antara guru dan murid dan sebaliknya wali murid dengan siswa.
Di Kabupaten Lombok Timur, sebagaimana pemberitaan Radar Lombok, edisi Sabtu (10/2/2018), kekerasan dan penganiayaan terhadap guru honorer oleh wali murid katanya terjadi di SDN 1 Rarang, Kecamatan Terara.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa guru honorer merupakan guru tetap sekolah. Yang membantu jalannya proses pendidikan di bawah lembaga pemerintah dan yayasan (misalnya ormas). Lembaga pendidikan berkiprah dan mempercepat mengimplementasikan cita-cita kemerdekaan dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Guru honorer dan guru negeri saling melengkapi saling melengkapi satu sama lain. Sebelum menjadi guru negeri, seorang guru juga mengawali kiprah dan pengabdiannya menjadi guru honorer bertahun-tahun dengan penuh konsistensi bagi yang percaya pada pengabdian yang tak kan henti menyumbangkan inspirasi dan pengetahuan kepada anak-anak.
Persoalan yang sesungguhnya di dalam dunia pendidikan kita masih berlakunya tindakan kekerasan. Bila dalam gerakan perlindungan KPK atas kriminalisasi pelaku tindak pidana korupsi dengan tag #SaveIndonesia #SaveKPK, kini sudah selayaknya kita melindungi guru honorer dari kejahatan dan kriminalisasi dengan tag #SaveHonorerIndonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H