Industrialisasi 4.0 memaksa banyak pihak melakukan adaptasi, tanpa terkecuali lembaga pengawas pelanayan publik seperti Ombudsman Republik Indonesia. Proses adaptasi ini memerlukan kepemimpinan yang inovatif sekaligus transformatif. Meski tidak mudah, bahkan tertatatih, dan selalu mendapat kritik serta evaluasi, namun tampaknya keinginan untuk melakukan transformasi digital tidak pernah kendor di lembaga ini.
Ombudsman Republik Indonesia melakukan proses adaptasi terhadap gelombang disrupsi informasi akibat industrialisasi 4.0 ini salah satunya dengan membangun sebuah sistem informasi manajemen penyelesaian laporan bernama SIMPeL. Sistem informasi ini dirintis sejak tahun 2014, merupakan digitalisasi manajemen penyelesaian laporan, termasuk di dalamnya untuk data base dan sarana komunikasi dengan pelapor. Aplikasi SIMPeL ini pada dasarnya adalah instrumen pimpinan Ombudsman RI untuk melakukan transformasi budaya paper menjadi budaya paperless melalui sistem digital.
Selain itu SIMPeL juga dimaksudkan menjadi instrumen untuk mendorong terbangunnya budaya knowladge management. Setiap pergantian pimpinan (pimpinan baru), dan untuk para peneliti yang ingin mempelajari berbagai hal mengenai laporan, informasinya dapat dengan mudah diperoleh dari di SIMPeL. Kepemimpinan Ombudsman RI Periode 2011-2016 adalah yg pertama menggunakan SIMPeL untuk mengukur kinerja, baik Pusat maupun Perwakilan. Adapun Kepemimpinan Ombudsman RI Periode setelahnya menggunakan SIMPeL sebagai instrumen percepatan penyelesaian laporan.
Sampai saat ini aplikasi SIMPeL terus digunakan dan terus dilakukan pengembangan, dari Simpel 1.0 sekarang sudah menjadi Simpel 3.0. Memang belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat sejauh mana penggunaan aplikasi SIMPeL ini berhasil mendorong terbentuknya budaya kerja baru yang khas. Meskipun demikian, dari pengamatan yang dilakukan sejauh ini, dengan segala kritik keras terhadap segala kelemahannya yang mendasar , setidaknya SIMPeL telah menjadi pembuka jalan untuk terjadinya transformasi budaya organisasi yang lebih baik di Ombudsman Republik Indonesia pada masa akan datang. Budaya kerja yang tadinya manual kemudian harusnya berubah menjadi otomatis, dan mengubah mindset orang-orang di dalamnya ketika melihat ketersediaan informasi terkait laporan masyarakat, dari awalnya biasa kemudian menjadi sesuatu yang penting.
Kecepatan kompilasi data melalui SIMPeL diharapkan dapat mendukung budaya kerja yang lebih efisien. Dahulu ketika Ombudsman RI baru memiliki tujuh kantor perwakilan, untuk membuat dan menganalisa data Perwakilan Ombudsman RI se-Indonesia bahkan sampai memerlukan waktu satu bulan. Sejak ada aplikasi SIMPeL hanya butuh hitungan detik saja, data sudah bisa ditampilkan dan diolah.
Tidak hanya efisien, SIMPeL juga diharapkan mendorong tumbuhnya budaya tertib administrasi pada investigator Ombudsman RI. Mereka mulai aktif mendokumentasikan setiap perkembangan penanganan laporan ke dalam menu aplikasi SIMPeL, sehingga pergerakan dan progress penanganan laporan bisa diikuti dan dipantau setiap saat.
Ini sekaligus memudahkan kerja divisi lainnya untuk melakukan assesment manajemen mutu. Pada bagian lain, SIMPeL juga memberikan pengaruh terhadap disain dan pembagian kerja, termasuk keterpenuhan sarana-prasarana komputer dan IT sebagai artefak seperti yang digambarkan Edgar Schein untuk penanda budaya kerja yang berlaku di sebuah organisasi.
Jika ini dilihat menggunakan kacamata teori budaya organisasi Hofstede dan Edgar Schein, proses pembentukan budaya baru dimaksud nantinya akan dapat dijelaskan dari proses adaptasi prilaku dan kepribadian investigator Ombudsman RI.
Para Investigator menunjukkan budaya kerja yang lebih tersistematisasi, terutama dalam proses pendokumentasian setiap proses penyelesaian laporan sehingga sekaligus membentuk rasa tanggungjawab yang lebih dalam penanganan laporan, daripada sebelum adanya SIMPeL.
Perjalanan penanganan laporan menjadi lebih mudah dipantau sehingga ini memaksa Investigator Ombudsman RI lebih cermat dan terus memonitor setiap berkas laporan yang ditanganinya. Ujung dari ini semua adalah terbentuknya nilai akuntabilitas kerja yang tertanam dalam diri masing-masing.