Lembaga politik yang baik, berdasarkan kepentingan bersama dan kebebasan bagi hak warganegara, akan melahirkan regulasi dan institusi di bidang perekonomian yang baik pula, yang otomatis akan membawa kehidupan bernegara yang makmur. Setidaknya garis besar itulah yang ditangkap dalam buku ‘Why Nation Fail’ ini. Setiap bab dalam buku ini diawali dengan sejarah beberapa negara, baik itu yang makmur ataupun yang miskin, dan proses politik serta pertumbuhan ekonomi yang terjadi dalam masa sejarah tersebut.
Dalam ilustrasi sejarah negara-negara tersebut, terlihat jelas bahwa negara yang bergerak maju adalah negara yang memiliki lembaga politik yang visioner ke depan dalam memandang masa depan. Dalam pandangan penulis buku, bahwa tingkat kemakmuran modern terletak pada fondasi politik. Lembaga politik yang baik dan kokoh kemudian membentuk lembaga ekonomi inklusif untuk kesejahteraan masyarakat secara umum sehingga menghasilkan pola perekonomian yang maju sehingga mengalami kemakmuran.
Salah satu yang dibahas dalam Why Nation Fail adalah kebangkitan perekonomian China. Pertumbuhan ekonomi China yang merupakan fenomena ekonomi yang memiliki implikasi baik untuk kemiskinan dan geopolitik. China mengangkat jutaan rakyatnya keluar dari kemiskinan dan bahkan negara itu diproyeksikan akan segera ‘menggulingkan’ Amerika dari posisinya sebagai ekonomi terbesar di dunia. Dalam buku ini, kemakmuran dihasilkan oleh investasi dan inovasi. Investor dan inovator harus memiliki alasan yang kredibel untuk berpikir bahwa, jika berhasil, mereka tidak akan dijarah oleh kelompok yang memiliki kekuatan buruk. Maka untuk memberikan jaminan tersebut, pemerintah menahan dua kondisi: kekuasaan harus terpusat dan lembaga-lembaga kekuasaan harus inklusif. Tanpa kekuasaan terpusat, apabila ada gangguan, maka menjadi masa depan suram bagi investasi.
Negara-negara perlu menjadi makmur adalah penting, tetapi tidak harus melalui perjuangan yang kontroversial. Pemerintahan tanpa lembaga perekonomian yang inklusif maka akan mustahil untuk keluar dari kemiskinan. Lembaga kekuasaan seharusnya tidak melayani kepentingan elit sendiri—struktur yang mereka sebut dengan istilah "lembaga ekstraktif" –kedua penulis (James A Robinson dan Daron Acemo?lu) berpendapat bahwa tidak ada proses alami di mana meningkatnya kemakmuran di otokrasi berkembang menjadi inklusif. Sebaliknya, hanya untuk kepentingan elit untuk menyerahkan kekuasaan kepada lembaga inklusif jika berhadapan dengan sesuatu yang lebih buruk, yaitu prospek revolusi. Maka di sini, arti penting power atau kekuasaan dalam hal ini adalah pemerintahan yang kuat, sangat penting agar tercapai lembaga ekonomi yg inklusif. Kuat di sini dalam artian pemerintahan yang terbuka, visoner, memiliki rancangan dan harapan bagi masa depan bangsanya tanpa memikirkan kesenangan pribadi masing-masing elit politik, serta memiliki kemandirian untuk berusaha bangkit dari keterpurukan bangsa.
Pada dasarnya, faktor-faktor tersebut adalah perjuangan dan bukan sebuah takdir. Sebab bagaimana menjelaskan mengapa Botswana telah menjadi salah satu negara Afrika yang paling cepat berkembang di negara-negara dunia, sementara negara-negara Afrika lainnya, seperti Zimbabwe, Kongo, dan Sierra Leone, terperosok dalam kemiskinan dan kekerasan.
Maka, lembaga pemerintahan yang kuat menjadi salah satu bagian dari pertahanan bangsa dan merupakan dimensi yang penting dalam menopang Ketahanan Nasional, sebab lembaga pemerintahan yang inklusif dan kuat akan melahirkan lembaga lainnya yang juga sama-sama kuat seperti lembaga ekonomi inklusif sebagai dimensi perekonomian yang akan menopang ketahanan nasional dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H