Lihat ke Halaman Asli

Kekhawatiran Pebisnis Terhadap Ketidakpastian Hukum di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang paling menjadi hambatan pebisnis untuk berinvestasi di suatu tempat? Ketidakpastian hukum adalah salah satunya. Ya, Bisnis sangat erat kaitannya dengan hukum. Sebab, ada beberapa kasus tertentu yang membuat para pebisnis khawatir untuk berinvestasi di suatu tempat.

Seperti opini yang diutarakan oleh pakar hukum Dr. Gunawan Wijaya di koran Suara Pembaruan, 17 November 2014, program-program pemerintahan Jokowi-JK di bidang investasi yang kerap mengusung visi misi yang bersahabat bagi kalangan pebisnis memiliki tantangan cukup besar. Bila kita melihat beberapa kasus hukum seperti perkara pengadaan LTE PLTGU Belawan Medan dan kerjasama PT Indosat Tbk bersama anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2) dalam penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz, kuat dugaan adanya upaya kriminalisasi korporasi yang mirip di kedua perkara tersebut. Dugaan ini muncul setelah terdapat dua putusan kasasi Mahkamah Agung yang muncul hampir beriringan namun saling bertentangan.

Kerjasama Indosat dan IM2 dianggap merugikan negara senilai Rp1,3 triliun berdasarkan perhitungan BPKP yang tertuang dalam putusan Kasasi Nomor 787K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014. Akibatnya, Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana delapan tahun kurungan disertai denda sebesar Rp 300 juta, juga kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada manajemen IM2.

Hal yang aneh terjadi setelah adanya putusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang berisi penolakan kasasi yang diajukan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi atas putusan PTUN perkara IM2. Dalam putusan tersebut, PTUN menyatakan audit perhitungan BPKP atas perkara IM2 dengan adanya kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun tidak sah dan tidak berlaku.

Pertimbangan putusan ini adalah, menurut UU No. 20 Tahun 1997 tentangPenerimaan Negara BukanPajak,BPKP dinilaitidakberwenangmengauditbadanhokumswasta, sepertiIndosatdan IM2. BPKP seharusnyamemeriksa internal instansi pemerintah, bukan badan usaha atau lembaga-lembaga swasta. Dengan ditolaknya kasasi dari BPKP tersebut, otomatis putusan PTUN tingkat pertama dan banding yang memutuskan hasil perhitungan BPKP dengan adanya kerugian negara Rp 1,3 triliun, tidak berlaku lagi.

Akan tetapi, ada semacam manipulasi perjanjian perdata di dalam kasus IM2 ini, sehingga menyebabkan terjadinya pemidanaan tak berdasar terhadap IndarAtmanto, mantan Direktur Utama IM2 yang kini menjadi terpidana. Hubungan keperdataan dalam bentuk perjanjian telah di”manipulasi” sedemikian rupa sehingga perjanjian tersebut seolah-olah telah mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Interpretasi yang tidak mendasar ini adalah titik awal dari kesewenang-wenangan yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum.

Menanggapi permasalahan ini, pemerintah kerap melakukan upaya untuk mengatasi “Pemaksaan” keberadaan tindak pidana dalam kasus perjanjian Indosat-IM2 tersebut. Melalui penjelasan MenteriKomunikasidanInformatika No.65/M.Kominfo/02/2012 tanggal 24 Februari 2012, pemerintah menyatakan bahwa perjanjiantersebutadalahperjanjian yang tidakbertentangandenganperaturanperundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi upaya ini diabaikan, kemudian tentunya berujung pada adanya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan di hadapan hukum dalam kasus yang menimpa PT Indosat dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2) ini.

Keluarnya putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi terhadap permohonan yang diajukan oleh Deputi Kepala BPKP bidang Investigasi dan Tim BPKP Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara tanggal 31 Oktober 2012 ini menyebabkan putusan Kasasi yang dikeluarkan sebelumnya No.787K/PID.SUS/2014, yang didasarkan pada Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara tanggal 31 Oktober 2012, secara substansial menjadi tidak memiliki akibat hukum lagi. Dengan demikian, eksekusi yang akan dilakukan berdasarkan pada putusan pidana kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan.

Beberapa hari lalu, PTUN mengancam akan membekukan aset-aset PT IM2 jika tidak segera membayar denda sebagai bentuk eksekusi. Padahal dalam konteks ini, secara substantif tidak ada eksekusi yang dapat dilakukan terhadap IM2. PT IM2 tidak pernah didakwa karena melakukan suatu tindak pidana, dan karenanya tidak pernah diperiksa, dinyatakan bersalah dan dijatuhkan tindak pidana dalam perkara tuntutan pidana terhadap Indar Atmanto. Sangatlah tidak tepat, tidak benar dan tidak berlandaskan hukum jika PT IM2 dikenakan hukuman untuk membayar ganti rugi.

Jika eksekusi ini dilakukan, maka jelas tindakan tersebut adalah bentuk tindak ananarki yang di”sah”kan oleh Mahkamah Agung. Hal ini menunjukan kembali tidak adanya penghargaan terhadap kepastian hukum dan keadilan bagi setiap warga negara. Kekuasaan seharusnya jangan dipergunakan untuk mengkriminalisasikan perbuatan atau hubungan hukum keperdataan yang ada.

Tindakan kriminalisasi ini akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan dunia bisnis di Indonesia. Bukan tidak mungkin, kecenderungan ini pada akhirnya akan menyebabkan para pelaku usaha menjadi takut untuk berinovasi, juga semakin tidak berkembangnya kegiatan perekonomian di Indonesia. Mahkamah Agung harus mampu memastikan bahwa hukum yang benar harus ditegakkan.

Ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintahan yang baru. Pasangan Jokowi-JK harus mampu membuktikan visi misi ekonomi mereka dengan memberikan kepastian hukum yang ada kaitannya dengan hal ini, sebagai upaya untuk meningkatkan investasi dan kemajuan ekonomi nasional. Jangan sampai ketergesa-gesaan putusan hukum ini menyebabkan pelaku industri dan para pebisnis menjadi enggan untuk menanamkan modal mereka. Bila ini terjadi, visi misi besar pemerintahan baru yang business friendly tidak akan pernah tercapai.

#kriminalisasikorporasi

Source: koran Suara Pembaruan, 17 November 2014, hal. A11

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline