Lihat ke Halaman Asli

Mak, Nama Anakmu Ada di Istana Pak Beye

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Satu permintaan pertemanan masuk di fesbuk saya pada 10 September 2010, lalu. Teman yang menunggu konfirmasi pertemanan itu adalah Sayli Zaturrohsyita. Ia juga menuliskan pesan pendek (saya tidak ingat sepenuhnya isi pesan tersebut karena dibaca sekilas dan tidak sengaja terhapus dari inbox) : “Salam kenal, saya sangat tersentuh dengan komentar anda tentang sepatu di buku Pak Beye dan Istananya….”. Saya tersenyum membaca isi pesan itu. Tanpa lama-lama, permintaan pertemanan tersebut saya setujui, sambil berucap dalam hati : “Ah, bercanda teman ini,”. Sepekan lebih saya melupakan tentang pesan itu.

Namun, empat hari lalu tiba-tiba saya teringat dan penasaran dengan isi pesan yang terhapus itu. Rasa penasaran membawa saya mencoba untuk menelusuri Arthurio Oktavianus di rumah Mbah Google. Hasilnya, sekitar 4.040 temuan atas nama itu. Satu persatu temuan saya buka, hingga akhirnya mengklik http://66.7.221.114/~inibukuc/pdf/pakbeye.pdf. Saya baca perlahan baris demi baris untaian kata yang tertulis. Betapa terperanjatnya saya melihat pendahuluan halaman XXI yang ditulis Kang Pepih. Nama saya tertera di situ, lengkap dengan komentar yang menanggapi tulisan mas Wisnu Nugroho berjudul : Mencari Cesare Paccioti, yang saya torehkan 2008 lalu. Sambil senyum-senyum sendiri, tangan saya mengarahkan kursor laptop untuk mengintip kembali lapak mas Wisnu di Kompasiana. Membaca lagi komentar saya di ruang aslinya. Tanpa gambar diri, hanya siluet sesosok tubuh dalam kotak seperti pas foto. Tertera tanggal 22 November 2008 13.30, di atas komentar. Saya belum terdaftar sebagai anggota Kompasiana, ketika itu.

Tapi, benarkah isi pesan dan apa yang saya temukan di rumah Mbah Google?. Entahlah. Hingga saat ini saya belum mengelus kokohnya pahatan istana tersebut. Pak Beye juga belum mampir di rumah kebun, kontrakan saya di Tiga Desa, Bengkayang. Ah, saya masih penasaran. Tunggu saya turun ke kota, saya akan menyerbu toko buku dan mencari Pak Beye dan Istananya yang dibangun dari tangan terampil Wisnu Nugroho, yang juga sudah memaparkan politik dalam istana itu.

Jika memang benar ada nama saya di situ, saya akan pulang ke kampung halaman di Toho. Sesampainya di rumah, saya akan berteriak : “Mak, nama anakmu ada di istana Pak Beye. Belikan bukunya dong, mak. Pundi-pundi anakmu sedang kosong,”. Kwkwkwkw….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline