Lihat ke Halaman Asli

Penanganan Polusi (Dariku, untuk Yogya)

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mengenal dan menorehkan sedikit warna di kanvas hidup berbingkai kota Yogya, merupakan berkah tak terkira bagiku. Budaya, tempat wisata, teh poci Imogiri, pemancingan, hingga berdiri di atas awan saat mendaki. Semua sudah menari dalam alunan irama langkah kakiku di Yogya.

Kesempatan menapak ke Kota Pelajar itu kembali aku rasakan awal tahun 2010 lalu, setelah lima rahun menghilangkan jejak, kembali ke Pontianak. Namun, ada yang berubah. Kendaraan bermotor yang berseliweran semakin banyak. Selain itu, pelebaran ruas jalan dan menjamurnya lahan parkir sepanjang jalan di Yogya, merupakan bukti nyata dari jumlah kendaraan bermotor yang semakin bertambah. Kondisi ini menyebabkan timbulnya polusi udara dan suara. selain itu, dapat juga menghilangkan peran sepeda, yang sebelumnya menjadi alat transportasi terkenal di kota yogya.

Aku prihatin akan kondisi itu. Sungguh. Karenanya, aku mencoba untuk menumpahkan unek-unek sedikit ilmiah dari otakku, tentang penanganan untuk mengatasi permasalahan polusi, tetapi tidak memberikan kerugian bagi pendapatan daerah. Semoga pemikiran ini bisa dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan di Kota Yogya. Sedikit dariku, untuk Yogya.

Polusi dan Dampaknya

Tak bisa dipungkiri, peningkatan jumlah kendaraan bermotor meningkatkan pendapatan daerah dari pajak yang dibayarkan oleh para konsumen, terutamamendongkrak perekonomian.Tapi, sebaiknya dikaji juga dampak negatif yang dapat timbul dan merugikan kota Yogya itu sendiri. Contohnya, polusi udara dan suara, mengganggu kenyamananku menikmati wajah Yogya dengan berjalan kaki. Dampak ini ditimbulkan dari pembuangan gas bermotor yang berlebihan dan melewati batas maksimum. Berdasarkan buku yang pernah saya baca, polusi udara yang tinggi dapat menimbulkan penyakit pernafasan dan impotensi. Gaswat oh gaswat.

Suhu udara yang meningkat dapat menyebabkan timbulnya pemanasan global. Selain ditimbulkan oleh polusi udara, kenaikan suhu udara juga disebabkan oleh berkurangnya ekosistem hutan yang menyerap unsur karbondioksida yang dibawa oleh udara, karena digunakan sebagai bahan dasar suatu produksi. Efek pemanasan global saat ini terasa sangat kentara sekali, dimana perubahan siklus musim kemarau dan musim penghujan tidak dapat dipastikan lagi.

Penanganan untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor perlu dilakukan, agar keseimbangan ekosistem yang ada di Yogya dapat terpenuhi. Penanganan ini dapat dilakukan dengan memanajemen penggunaan kendaraan bermotor, khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penanganan

Kendaraan berplat nomor luar wilayah Jawa Tengah dan DIY, banyak ditemukan di Yogya. Karenanya, perlu dibuat Peraturan Daerah mengenai pemutihan kendaraan bermotor. Peraturan ini dimaksudkan agar kendaraan bermotor yang berasal dari luar yogya tidak dapat masuk atau digunakan di wilayah Yogyakarta. Pemutihan kendaraan bermotor ini dapat menekan laju polusi udara, karena berkurangnya jumlah kendaraan bermotor yang ada. Solusi lain untuk menggantikan kendaraan bermotor adalah dengan menggalakkan kembali penggunaan sepeda dan memperbaiki fasilitas kendaraan umum serta keamanan bagi para pengguna alat transportasi ini.

Pengaturan lahan parkir dan pedagang kaki lima perlu dikelola dengan baik. Semakin meluasnya lahan parkir dan warung kaki lima, akan mempersempit ruas jalan. Hal ini akan menyebabkan tata kota yang tidak beraturan. Bentrokan antar pedagang kaki lima dan tukang parkir dalam mempertahankan lahan untuk mencari nafkah, memerlukan pelebaran ruas jalan. Hal ini akan menimbulkan suatu bentuk tata kota yang baru. Sehingga akan merubah struktur tata kota yang telah diatur sebelumnya.

Pemakaian ruas jalan juga harus diatur, khususnya di kawasan malioboro. Pembagian antara kendaraan umum (bis kota), kendaraan pribadi (motor dan mobil), dan kendaraan tradisional (becak dan dokar) harus mempunyai tempat sendiri-sendiri. Pemerintah daerah seharusnya menutup jalan bagi kendaraan umum dan kendaraan pribadi, sehingga hanya kendaraan tradisional yang dapat melalui jalan Malioboro.

Sebaiknya, kendaraan umum hanya dapat melewati daerah hotel natour-melia purosani-jalan mataram.Kendaraan pribadi dapat diparkir dikawasan parkiran bus pariwisata dengan terlebih dahulu dibangun tempat parkir yang bertingkat. Pembagian ini dimaksudkan agar tidak terjadinya kesemerawutan kendaraan di kawasan tersebut. Selain menjaga kesemerawutan kendaraan, kondisi ini akan meningkatkan citra Yogyakarta sebagai kota budaya sehingga diharapkan wisatawan mancanegara lebih tertarik lagi untuk berkunjung ke kota yogya dengan keunikan yang dimiliki.

Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Bahan bakar yang ramah lingkungan perlu diberlakukan bagi para pengguna kendaraan bermotor. Kondisi ini perlu kerjasama antar produsen bahan bakar, pemerintah daerah, dan para konsumen. Pentingnya kepedulian lingkungan, perlu disebarluaskan pada masyarakat. Masyarakat umum harus mengetahui dampak yang diakibatkan oleh polusi udara, sehingga timbul kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan menjaga sumber daya alam yang ada. Penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan dilakukan secara bertahap, agar tidak terjadi kebangkrutan bagi para produsen bahan bakar. Cara yang dapat ditempuh adalah : produsen memproduksi bahan bakar baru yang ramah lingkungan selain bahan bakar yang lama, dan dijual bersamaan dengan bahan bakar yang lama hingga sisa bahan bakar lama habis dipasaran dan tergantikan oleh bahan bakar baru yang ramah lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline