Lihat ke Halaman Asli

Kaum yang Berengsek

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kitab suci, kita seringkali disuguhi cerita tentang kelompok/kaum penentang kedatangan seorang utusan Tuhan. Mereka menentang karena tak percaya Kerasulan/Kenabian baru. Beragam cara mereka lakukan untuk memusnahkan ajaran Tuhan, tapi selalu kalah.

Dari Nuh dikisahkan tentang penentangan yang timbulkan petaka. Air bah meluap dan mereka yang mengimani kenabian Nuh selamat dengan bahtera. Nabi Ibrahim dikisahkan tentang penentangan Raja Namrud dan tak beriman atas wahyu yang dibawa-Nya. Ibrahim dibakar tapi tak membuatnya meninggal.

Kisah Nabi Musa dengan Firaun sebagai tokoh antagonisnya juga demikian. Dalam epik ini, Nabi Musa berhasil membelah laut merah untuk dilintasi para pengikutnya. Firaun beserta pasukannya tenggelam. Kisah nabi Isa juga demikian. Ia bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Nabi Muhammad juga berhasil menang kala berperang dengan para musuh. Semuanya berakhir dengan gemilang.

Semua penentangnya tersebut terang-terangan melawan Kenabian para Rasul tersebut. Mereka tegas menolak, tanpa pernah ragu atau bersembunyi. Mereka melawan sampai titik darah penghabisan. Mereka juga tak kenal takut mati dengan bertopeng seolah-olah jadi pengikutnya. Namun, seiring perkembangan zaman, metamorfosis terjadi.

Saat ini, banyak kaum beriman yang jauh dari ajaran agamanya. Mereka taat beribadah tanpa absen. Tak lupa pula mereka rajib memanipulasi banyak hal untuk keuntungan dirinya sendiri. Berdusta demi sesuatu yang menurutnya berharga meski sangat terang hakl itu dilarang ajaran agama.

Satu sisi mereka menerima ajaran Rasul. Di sisi lain, mereka menentangnya dengan perbuatan berengsek, bejat. Rajin beribadah tapi berkelakuan binatang. Ini kategori baru karena mereka tak berani menentang seperti halnya Namrud, Firaun, atau lainnya. Bersembunyi dibalik topeng ketaqwaan nan gemilang, tapi berhati busuk. Inilah fenomena nyata sehari-hari kita.

Andai saja ada gateway detector untuk deteksi kemunafikan seseorang di setiap rumah ibadah. Saya berharap alat tersebut tak mendeteksi keanehan pada mereka yang sedang beribadah. Namun, jika menangkap deteksi tersebut, lebih terhormat mana, para penentang dahulu atau mereka yang ”sok” beriman tapi berkelakuan bejat selayaknya para penentang zaman baheula tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline