Fenomena "sound horeg" telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai acara masyarakat di Indonesia, terutama di daerah Jawa Timur.
Istilah "horeg" sendiri merujuk pada getaran yang diakibatkan oleh suara sangat keras dari dihasilkan dari sound system berkekuatan besar.
Fenomena ini, yang kerap memicu perdebatan antara mereka yang menikmatinya dan yang merasa terganggu, memiliki sejarah dan dampak ekonomi yang menarik untuk ditelusuri.
Awal Mula Sound Horeg
Fenomena sound horeg bermula dari tradisi takbir keliling di beberapa daerah di Indonesia.
Takbir keliling adalah acara keagamaan yang biasanya dilakukan pada malam Hari Raya umat Islam. Di mana masyarakat mengelilingi kota atau desa sambil mengumandangkan takbir.
Awalnya, kendaraan pickup atau truk yang dilengkapi dengan sound system digunakan untuk mengiringi acara ini, sehingga menghasilkan suara yang menggelegar.
Dari tradisi ini, sound horeg kemudian berkembang menjadi hiburan yang lebih modern, seperti musik live DJ dan karnaval, di mana sound system besar menjadi daya tarik utama.
Tahun 2019 menjadi titik awal ledakan popularitas sound horeg, yang terus berlanjut meskipun sempat terhenti selama pandemi COVID-19.
Setelah pandemi, sound horeg kembali muncul dengan lebih besar dan lebih meriah, sering kali menjadi bagian dari berbagai acara, seperti hajatan, bersih desa, dan penggalangan dana.