Pak Munir baru saja datang dari kota. Ia ditugaskan di desa Karangan. Sebagai guru muda, ia beberapa kali mengalami perpindahan tugas. Pertama bertugas di daerah transmigrasi.
Hampir satu lustrum, ia disana. Sampai akhirnya sekolahnya di demo masyarakat karena guru-gurunya pulang kampung di saat liburan.
Bukan salah guru yang bertugas di kampung itu, karena libur sebulan penuh itu ketetapan Pemerintah. "Kalau sekolah lain libur, ya kita juga libur. Masa sekolah kita saja yang turun?." Kata Pak Beno berseloroh.
Pak Beno merupakan Kepala Sekolah di kampung itu. Ia yang pertama kali didemo masyarakat. Warga kampung mengelilingi sekolah yang dipimpin Pak Beno menggunakan parang panjang dari tawau malaysia.
***
Kejadian itu diceritakan kembali oleh Pak Munir. Ia duduk di hadapan Bu Agus dan Suaminya. Ia mengantarkan selembar surat nota dinas dari Dinas P dan K kecamatan.
Raut wajah Pak Amat dan Suradi yang mendengarkan cerita Pak Munir tampak tegang. "Kok bisa warga masyarakat, memaksa guru tetap mengajar di saat liburan sekolah?". Sela Pak Amat sambil menyeruput secangkir kopi hitam.
"Ya begitulah Pak, akhirnya Pak Beno memutuskan kami semua pindah tugas dari kampung tersebut. Pak Sobri pindah ke Tubaan. Sedangkan Pak Beno ditugaskan ke tunggal bumi, tambah jauh tempat tugasnya bila mau ke kota.
Pak Beno kuatir, sewaktu-waktu nyawa kami jadi terancam. Karena warga bila berdemo menggunakan senjata tajam. Kalau ada setan lewat, bisa mati kami semua.
"Sedangkan saya ditempatkan oleh Kepala Dinas P dan K, di kampung ini. " Jelas Pak Munir. Jarak dari tempat tugas lama hanya sejarak tiga desa.