Lihat ke Halaman Asli

Marchmellow

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Dipecat itu nikmat. Biar miskin yang penting jujur. Penjara tak membuat saya jera.” Itulah kelompok kata milik manusia merdeka. Kali ini ditulis oleh Pak Adhi, sang kepala sekolah, lalu disodorkan sebagai jawaban atas tawaran ketua yayasan yang berbunyi:”Pak Adhi mengundurkan diri atau dibebastugaskan?” Selesai membaca, ketua yayasan itupun tersenyum penuh arti. “Apakah ini berarti, pak Adhi minta dirumahkan?” tanya ketua yayasan yang memang punya segudang kalimat sopan untuk memecat pegawainya.

“Ya. Dengan dipecat, berarti saya tidak lari dari tanggung jawab. Saya masih ingin bertanggung jawab, namun pihak yayasan ingin menyudahinya,” jelas Pak Adhi.

“Itu nanti akan menyulitkan Pak Adhi mencari kerja.”

“Itu urusan saya, bukan urusan yayasan.” Pihak yayasan tetap berpura-pura baik dengan memberikan tawaran untuk menjadi wali kelas, hingga menjadi wakil kepala sekolah. Semua ditolak. Pak Adhi hanya ingin dipecat, itu saja.

Saat Pak Adhi berkemas, sayup sayup terdengar guru-guru tertawa di ruangan sebelah. “Nanti kamu jadi kepala kesiswaan, duduknya disitu,” ujar calon pengganti Pak Adhi. “Terus, bu Indah jadi bendahara, duduknya di sebelah saya....” Dan seterusnya. Sementara para guru yang masih loyal pada pak Adhi, membantu pak Adhi mengemasi buku-buku dan alat bantu lainnya. Sesekali mereka tersenyum mendengar celoteh Pak Adhi menghibur diri.

“Masih ingat nggak, saat guru agama cerita tentang kiamat? Dia memutar salah satu videostream dari youtube. Dia bilang, ini kiamat, Pak. Bulan bertabrakan dengan bumi, dan bumi menabrak matahari. Tak satupun manusia bisa menghentikan ini. Kita semua akan hancur....” Pak Adhi memasukkan laptopnya ke dalam tas, merebahkan diri di kursi, lalu melanjutkan ceritanya. “ Siapa bilang?! Saya bisa menghentikannya. Guru agama itu kaget. Bagaimana caranya? Sini, pinjam mousenya. Lalu mouse saya arahkan ke tanda stop. Klik, kiamat berhenti.”

Tawa para guru menggelegar di ruang kepala sekolah. Tidak kalah kerasnya dibanding komplotan di ruang sebelah. Sebuah ending yang menyenangkan. Paling tidak untuk hari itu. Hari terakhir Pak Adhi duduk di kursi sang penentu bergelar kepala sekolah. Sang penentu yang bisa menghentikan kiamat (versi youtube), ternyata kalah lawan kepala yayasan. Sang penentu yang pernah mengumbar sebuah spirit pada guru-guru sehari sebelum unas, ternyata lengser setelah unas.

Begini spiritnya,”...Saudara-saudara dan teman seprofesi. Kita semua tau, lulusan SMA ini belum pernah ada yang menjadi menteri. Paling banter mereka berwira usaha. Ada yang buka warung, tambal ban, MLM, dan masih banyak lagi. Kalaupun kerja ikut orang, paling-paling jadi sales, atau tukang parkir. Tidak sampai sepuluh persen yang lanjut kuliah. Sebagian besar karena alasan biaya. Yang mereka butuhkan saat ini adalah lulus. Selembar kertas bernama ijazah bisa menjadi penyelamat. Dari hasil try out kemarin sudah kelihatan, hanya satu orang yang lulus. Tidak perlu merasa bersalah, kita sudah memberikan sesuai porsi kita sebagai manusia merdeka. Jika tidak ada unas, semua pasti lulus. Diknas tidak tahu apa yang dibutuhkan oleh murid-murid kita. Tidak usah menyalahkan mereka, sebab mereka juga punya keterbatasan. Mereka juga manusia biasa, yang belum merdeka. Kali ini, saya minta maaf pada rekan-rekan sekalian, sebab saya harus mengikuti tradisi, permintaan ketua yayasan, dan mayoritas guru. Inilah demokrasi.Dengan sangat terpaksa, besok kita meletakan kemanusiaan di atas kejujuran. Selamat bergerak...

Tak lama setelah rapat itu bubar, ada seorang guru datang. Guru bahasa Inggris. Dia memberikan sebuah hadiah kepada pak Adhi. “Apa ini, Bu?” tanya Pak Adhi sambil meremas benda itu. Empuk.

“Ini marshmallow, Pak. Seperti kue, juga seperti manisan. Dibakar dulu , baru dimakan. Rasanya lebih maknyus.”

“Oh iya ya, cocok untuk anak saya,” jawab pak Adhi sembari memandangi bungkusan tersebut. “Aneh ya, barang empuk kok dibakar.” Guru bahasa Inggris itu masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Pak Adhi jadi salah tingkah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline