Lihat ke Halaman Asli

Galaunya Sekolah Negeri Beroperasi Minim Materi

Diperbarui: 21 Juli 2017   00:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengizinkan Komite Sekolah menggalang dana. Namun dilarang melakukan pungutan pada murid dan wali murid, demikian pernyataan mendikbud melalui pemberitaan diberbagai media, terkait dengan pendanaan kegiatan operasional sekolah yang selama ini digalang melalui melibatkan peran serta orang tua/ wali siswa yang kebijakannya diambil melalui musyawarah para orang tua /wali siswa yang diwadahi oleh Komite Sekolah dalam rangka partisipasi orang tua/wali siswa dalam membantu kegiatan operasional sekolah agar dapat meningkatkan mutu pendidikan disekolah dimana anaknya menuntut ilmu. 

Pengutipan sumbangan yang dig ditetapkan dalam rapat orang tua yang difasilitasi komite sekolah sesungguhnya banyak membantu sekolah dalam menjalankan kegiatan opersional sekolah, tanpa harus terganggu dan tergantung dari dana bantuan pemerintah yang terkadang tidak mampu membiayai kegiatan sekolah sekaligus pemenuhan akan kebutuhan fasilitas sarana dan prasana yang dibutuhkan untuk menunjang operasional sekolah.

Pengutipan dana bantuan operasional sekolah dengan melibatkan bantuan orang tua melalui rapat yang difasilitasi oleh sekolah sesungguhnya telah membantu membangun fondasi pendidikan bagi anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Meskipun diakui bahwa pengutipan dana yang dikutip melalui sumbangan orang tua yang ditetapkan melalui rapat orang tua yang diwadahi oleh komite sekolah juga menyimpan banyak persoalan utamanya terkait dengan pengelolaan pendanaan tersebut yang dinilai terindikasi penyimpangan, tidak transparan, dan terkadang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak sekolah dan pengurus komite sekolah, dan belum lagi adanya kasus-kasus dimana para siswa diintimidasi oleh oknum guru terkait dengan pembayaran yang ditetapkan dan juga dinilai memberatkan para siswa yang tergolong kurang mampu. 

Namun kasus-kasus seperti ini adalah lebih kepada bobroknya mental sebagian oknum-oknum pejabat disekolah yang bersyubhaat dengan oknum pengurus komite untuk mengambil keuntungan bagi dirinya pribadi. Namun disisi lain pengutipan sumbangan yg ditetapkan oleh rapat orang tua melalui komite sekolah telah terbukti banyak membantu membangun sarana prasarana dan bantuan operasional sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, yang nyata-nyata tidak mampu diberikan oleh pemerintah apakah karena alasan anggaran yang minim atau memang pemerintah tidak memiliki political will untuk membangun pendidikan agar lebih maju.

Ketidakmampuan pemerintah untuk sepenuhnya membiayai pendidikan sekalipun konstitusi kita telah mengamanatkan bahwa dana bidang pendidikan tertuang dalam Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke 4 mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 013/PUU-VI/2008, 

Oleh karena itu menjadi penting pemenuhan dana pendidikan digalang dari sumber-sumber lain utamanya dari dana bantuan yang bersumber dari stake holder, masyarakat yang didalamnya termasuk dari para orang tua. Memang diakui dalam perjalanannya ada terdapat banyak penyimpangan, mulai dari pengelolaan dana komite sekolah yang tidak jelas peruntukannya, ada indikasi korupsi dengan pembiayaan tumpang tindih, laporan pertanggungjawaban yang tidak jelas thd pemakaian dana komite. 

Pengurus komite sekolah tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk mencari bantuan pendanaan dari stake holder diluar sekolah, bahkan ada tudingan bhw komite sekolah hanya sebagai alat untuk melegetimasi pengutipan-pengutipan terhadap orang tua siwa, namun tidak dapat dipungkiri juga bhw banyak sisi positif dari adanya bantuan pendanaan yg dinaungi komite sekolah sehingga banyak sekolah yang dapat meningkatkan mutu pendidikannya melalui pemenuhan pendanaan dari orang tua siswa yg diprakarsai oleh komite sekolah, tanpa menunggu dan berharap bantuan dari pemerintah. 

Namun seiring dengan adanya kebijaksanan pemberantasan KKN dinegeri ini sebagai amanat dari Reformasi berimbas kepada kebijakan penggalangan dana dari masyarakat utamanya dari para orang tua yang mampu melalui komite sekolah dengan keluarnya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2016 sangat clear. Bahwa pihak sekolah sama sekali tidak boleh melakukan pungutan pada murid dan wali murid, hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12.

Tetapi sayangnya keluarnya permendikbud ini tidak disertai solusi untuk mengatasi pendanaan sekolah dari pemerintah, KECUALI mengalihkan kewajibannya kepada KOMITE SEKOLAH untuk menggalang dana bagi kebutuhan sekolah melalui sumbangan sukarela dan bantuan dari berbagai sumber diluar sekolah dengan seabreg pembatasan tidak boleh dari perusahaan rokok, perusahaan beralkohol, dan partai politik.
 Yang menjadi persoalan adalah bahwa dinegeri ini jarang kita jumpai orang-orang atau perusahaan-perusahaan yg benar-benar mau dan tulus membantu pendanaan pendidikan tanpa ada ikatan apapun, kalaupun ada jumlahnya hanya sedikit, dan seberapa banyak satuan pendidikan yang dapat dibantu dan terbantu dengan hal itu.

DAN sayangnya dengan kebijakan ini justru mendatangkan 'DILLEMA' bagi pihak sekolah. Kebijakan Kemendikbud ini menjadi buah simalakama bagi sekolah utamanya sekolah negeri, karena sekolah melalui komite sekolah hanya bisa berharap dari Sumbangan sukarela dan bantuan. DAN sayangnya dinegeri ini lebih banyak orang yang senang menerima sumbangan sukarela dan bantuan DARIPADA memberi sumbangan sukarela dan bantuan (lihatlah fenomena ramainya pengemis dan Tumin dimana-mana). 

Kalau sudah seperti ini maka bersiap-siaplah negeri ini untuk mendapatkan berita sekolah atapnya ambruk, anak-anak sekolah duduk dilantai, kotoran berserak dimana-mana karena tidak mampu menggaji petugas kebersihan, dan murid-murid yang berkeliaran karena gurunya tidak cukup atau gurunya tidak ada karena sekolah tidak mampu membayar guru honor. Dan kalau sudah begini, jangan pernah berharap banyak dari sekolah-sekolah negeri, karena akan banyak sekolah-sekolah negeri yang kemudian hidup segan mati tak mau, ada tapi tiada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline