Lihat ke Halaman Asli

Mendagri Dilecehkan di Parlemen

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menteri Dalam Negeri kita Gamawan Fauzi telah dipermalukan di depan Parlemen ketika menyerahkan RUUK kepada DPR. Apakah kita menyoraki kekalahannya dan mengelu-elukan pasangan Ario Bimo dan Pramono Anung yang menggusurnya dari mimbar di parlemen? Sama sekali tidak.

Kita malah menangis melihat pameran ketidak adilan dan ketidak demokratisan di parlemen ini. Betapa tidak, karena parlemen yang merupakan produk dari demokrasi ini telah melanggar azas-azas dasar dari demokrasi yakni keadilan dan kesetaraan.

Banyak anggota masyarakat yang memahami latar belakang dari perlakuan ini. Mereka bertiga pada mulanya berasaldari kelompok yang sama yakni partai yang mengusung nama untuk memperjuangkan demokrasi (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Akan tetapi dalam perjalanannya Gamawan Fauzi kemudian menyeberang dan bergabung dengan Partai Demokrat, hal inilah yang membuat pimpinan partai tersebut sakit hati dan ingin membalas atau memberi pelajaran kepada Gamawan Fauzi.

Kita tahu latar belakang itu tetapi kita menilai bahwa move yang diskenariokan partai dengan pelaku Ario Bimo dan Pramono Anung itu sama sekali tidak pantas dan sangat merugikan proses demokratisasi di Indonesia.

Kenapa tidak pantas? Tidak pantas karena tindakan tidak demokratis itu digelar di forum yang dihasilkan dari proses demokrasi (pemilu) sehingga seharusnya mereka memelihara dan mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi tersebut dan bukan justru mematikannya.

Sangat merugikan karena Gamawan Fauzi merupakan batu loncatan yang pertama dari peralihan kekuasaan di kementerian dalam negeri dari menteri yang berasal dari militer ke menteri sipil. Pelecehan terhadap menteri dalam negeri yang sipil ini akan memberikan citra bahwa urusan dalam negeri tidak bisa diatur oleh orang sipil dan harus kembali diatur oleh (ex) militer seperti yang terjadi selama berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

Apakah ini yang memang dikehendaki oleh partai yang namanya mengusung upaya mulia untuk memperjuangkan demokrasi itu? Jangan sampai kita menciptakan paradox yang lain seperti halnya nama Negara Republik Demokrasi Jerman (dahulu) dan Republik Demokrasi Korea (sekarang) yang sama sekali tidak demokratis dan bahkan merupakan Negara yang otoriter (komunis). Kalau sudah ada kesan demikian maka sulit bagi rakyat untuk memberikan kesempatan kepada partai seperti ini untuk berkuasa.

Junjung tinggi, perjuangkan dan lestarikan prinsip-prinsip demokrasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline