Lihat ke Halaman Asli

Inilah Sutradara Utama Pilgub DKI

Diperbarui: 24 September 2016   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilgub rasa pilpres. Begitu Andreas Pereira, Ketua DPP PDIP setengah berguyon menganalogikan panasnya pilgub DKI Jakarta, sewaktu membuka konferensi pers tentang calon kepala daerah pilihan partai banteng tiga hari lalu.

Jika merujuk pada poros koalisi yang terbentuk oleh partai-partai politik, tentu candaan Pereira itu sangatlah berbeda jika yang dimaksudnya adalah pilpres 2014 lalu. Lihat saja, di 2014, hanya ada dua koalisi besar yang terbentuk. Indonesia Hebat dimotori PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI, sementara Merah Putih digawangi Gerindra, PKS, PPP, Golkar, PAN dan PBB.

Sekarang ini, di DKI, dipastikan ada tiga koalisi. Ahok-Djarot yang diusung PDIP, Nasdem, Hanura dan Golkar. Agus-Sylvia dijagokan Demokrat, PAN, PPP, PKB, sementara Anies-Sandi oleh Gerindra dan PKS.

Namun jika ditelisik lebih jauh, poros-poros yang terbentuk ini adalah sebuah grand desain yang telah diatur oleh para elit parpol di negeri ini. Indikasinya, para petinggi nomor satu semisal Megawati, SBY dan Prabowo “turun gunung” demi kemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernurnya. Yang paling terlihat adalah Megawati Sukarno Putri yang mengantar langsung Ahok-Djarot mendaftar ke KPUD DKI. Hal yang tidak dilakukannya sewaktu Jokowi-JK maju di pilpres lalu. Ia bahkan duduk berdampingan dengan Ahok-Djarot di deretan terdepan, kursi yang sedianya diperuntukkan pagi pasangan calon dan ketua-ketua DPD parpol pengusung.

Mega seperti ingin menunjukkan bahwa dia dan partainya benar-benar serius ingin memenangkan pilgub DKI. Ia ingin memberi pesan kepada kader-kader PDIP yang menolak Ahok, bahwa dirinya masih berkuasa. Mulai detik itu, semua harus ikut garis kebijakan partai.

Di kediaman Prabowo, bos Gerindra, PKS justru merelakan jatahnya kepada Anies Baswedan. Apapun alasannya, Prabowo akan dominan dalam lahirnya duet Anies-Sandi. Di Cikeas pun demikian, publik akan membaca SBY adalah sosok di balik lahirnya pasangan Agus-Sylvia. Kemunculan Agus yang awam politik menjadi indikasinya.

Tapi benarkah Mega-SBY-Prabowo adalah sutradara utama terbentuknya tiga poros tadi? Buat saya, ada sosok yang menjadi king maker dari semua ini, walapun memang melibatkan para petinggi parpol.

Siapa dia? Inilah kerja politik tingkat tinggi yang dimainkan oleh Jokowi. Untuk melihat ini, tak bisa dilihat secara parsial, tetapi harus ditelusuri sejak pasca pilpres. Bagaimana Jokowi secara perlahan menaklukkan Koalisi Merah Putih hingga hanya tersisa Gerindra dan PKS. Golkar dan PAN sepakat untuk merapat ke pemerintahan dengan tawaran kursi menteri.

Terdengar seperti konspirasi, namun itulah yang terlihat. Bagaimana Jokowi ingin tetap menempatkan Jakarta sebagai ibukota dalam genggamannya, dengan menempatkan orang pilihannya. Sesuatu yang tak akan dilakukannya di provinsi lain. Di lain sisi, ia ingin memukul para lawan politiknya yakni SBY dan Prabowo, lagi dengan telak.

Kuncinya tentu pada Mega, bagaimana ia harus meyakinkan sang ibu untuk mendukung Ahok maju lagi di periode berikut. Beberapa kejadian, seperti pesannya lewat Adian Napitupulu agar Ahok maju lewat parpol. Ada waktu di mana ia, Mega dan Ahok semobil ketika menghadiri Rapimnas Golkar.

Dan akhirnya Mega menyerah. Tri Rismaharini, kader PDIP yang digadang-gadang maju di DKI terpental. Apa resep Jokowi? Jokowi meyakinkan Mega, jika Risma terlalu lemah untuk memimpin DKI yang disebut mantan Kepala BIN Sutiyoso penuh binatang buas. Kemudian, dari hasil survey, disebutkan jika para pemilih PDIP lebih banyak memilih Ahok. Tentu Mega tak mau mengambil risiko dipecundangi oleh SBY dan Prabowo. Lagian, sebenarnya, Mega punya hubungan baik dengan Ahok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline