Sungguh miris melihat perkembangan umat Islam di Pilkada DKI Jakarta 2017 ini. Umat Islam seakan terbelah menjadi 2 kelompok.
Kelompok pertama, sebagian masyarakat menyebutnya sebagai kelompok Islam Intoleran, ada juga yang menyebutnya sebagai kelompok Islam Radikal.
Kelompok ini seakan adalah kelompok pemilik surga yang sangat yakin saat meninggal akan masuk surga. Mereka menganggap diluar kelompok mereka adalah penghuni neraka. Orang yang berbeda agama dengan mereka, akan mereka katai dengan sebutan kafir. Yang sama-sama muslim pun jika berbeda pandangan politik dengan mereka akan disebut sebagai kaum munafik yang jenazahnya tidak boleh disholatkan. Tidak hanya itu, ulama ataupun ustadz yang berbeda pandangan dengan mereka, tak segan-segan dikatai sebagai ulama/ustadz sesat atau juga ulama/ustadz bayaran. Bahasa yang digunakan cenderung provokatif.
Adapun kelompok kedua, sebagaian masyarakat menyebutnya Islam Toleran. Kelompok ini menghargai perbedaan agama, pendapat ataupun pandangan politik orang lain. Mereka menghargai kebhinekaan dan cenderung menjaga persatuan, terutama NKRI. Kata-katanya biasanya meneduhkan dan tidak provokatif, serta selalu menjaga kedamaian.
Termasuk kelompok manakah anda?
Berkacalah pada diri anda sendiri. Jika anda menganggap sebagai kelompok toleran, namun perkataan anda keras dan cenderung provokatif saat ada perbedaan pandangan dengan orang lain, maka tanpa sadar anda pun termasuk ke dalam kelompok Islam Intoleran.
Kasus Dugaan Penistaan Agama oleh Ahok
Terjadinya dua kelompok Islam radikal dan toleran ini awalnya terjadi akibat kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok.
Satu kelompok menganggap Ahok melakukan penistaan agama Islam. Sedangkan kelompok yang lainnya menganggap Ahok tidak menista agama Islam.
Sebenarnya kasus ini, jika kita berada diposisi netral amatlah mudah. Kita akan tahu apakah Ahok menistakan agama ataukah tidak. Dan siapa yang dianggap menistakan agama.
Saya akan buatkan satu contoh.