Lihat ke Halaman Asli

Comic 8

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ini adalah film Indonesia kedua yang (mau) saya tonton dalam beberapa tahun belakangan ini setelah The Raid. Saya tidak bermaksud menjelek-jelekan film buatan dalam negeri sendiri, tapi jika saya diminta untuk memilih antara film horror ecek-ecek dan film anak muda galau, tanpa saya inginkan, memilih film buatan negeri sendiri menjadi sebuah perbuatan yang tabu. Untunglah beberapa waktu belakangan ini kualitas film buatan anak negeri semakin membaik dari waktu ke waktu.

Salah satu film buatan anak negeri yang keluar di awal tahun 2014 ini berjudul Comic 8 yang disutradarai oleh Anggy Umbara yang sebelumnya telah menyutradarai Mama Cake di tahun 2012 dan Coboy Junior The Movie pada 2013. Comic 8 merupakan sebuah action comedy movie yang menceritakan mengenai perampokan sebuah bank di Jakarta oleh delapan orang perampok pada waktu yang bersamaan. Kedelapan orang perampok yang dengan nekadnya berani merampok bank pada siang hari bolong itu terdiri dari tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Babe Chabita, Fico Fachriza dan Bintang Timur, yang merampok bank karena ingin menjadi orang kaya. Kelompok kedua terdiri dari Ernest Prakasa, Kemal Palevi dan Arie Kriting yang merampok bank hanya karena iseng. Sedangkan kelompok ketiga terdiri dari dua orang saja, yaitu Mongol dan Mudy Taylor yang ingin membantu anak-anak yatim piatu dengan cara merampok para perampok bank. Mereka bertemu di tempat dan waktu yang sama secara tidak sengaja sehingga memutuskan (dengan bantuan Om Indro Warkop) untuk bekerja sama. Walaupun sering kali berselisih pendapat dan saling menodongkan senjata, akhirnya mereka mampu bekerja sama untuk menguras seluruh uang dan isi brangkas bank tersebut sekaligus meminta berbagai permintaan aneh kepada kepala polisi cantik yang memimpin operasi penangkapan mereka: Nirina Zubir yang dibantu oleh asistennya yang sok bule: Boy William.

Sebelumnya, saya harus selalu mengingatkan diri untuk tidak membandingkan film buatan anak negeri kita ini dengan film buatan Hollywood. Bagaimanapun, standartnya sangat jauh berbeda dan saya harus bisa menilai secara adil dan objectif.

Sebenarnya tema cerita film ini cukup sederhana, tapi belum banyak dipilih oleh sineas dalam negeri kita, jadi bisa disebut unik. Bumbu komedi khas stand-up yang ditampilkan pun cukup segar dan menghibur. Adegan aksi yang penuh ledakan dan aksi tembak menembaknya pun sangat menarik, dengan special efek yang cukup mulus dan sinematografi yang enak dipandang, walaupun tone warnanya didominasi warna kekuningan dan gelap. Acting para aktornya juga tidak kaku. Mungkin ini karena karakter tokohnya disesuaikan dengan karakter para comic itu sendiri sehingga mereka seolah tidak perlu bersusah payah beracting. Bahkan nama para pemerannya pun (terutama kedelapan tokoh utamanya) menggunakan nama asli mereka yang sudah dikenal banyak orang dan begitu melekat dengan karakter mereka.

Memang, film ini sengaja disajikan dalam beberapa bagian, di mana setiap bagian menceritakan asal usul mereka dan berbagai permasalahan yang harus mereka hadapi sehingga alurnya terkesan meloncat-loncat dan dapat membingungkan. Belum lagi ada cukup banyak adegan penuh kemustahilan dan beberapa adegan yang didramatisir sehingga terkesan terlalu memaksa. Tapi semua itu dapat ‘dimaafkan’ dengan joke segar dan tingkah konyol para tokohnya. Belum lagi ada begitu banyak artis-artis yang cukup terkenal ikut andil di film ini, seperti Pandji Pragiwaksono, Nikita Mirzani, Candil, Jeremy Teti, Kiki Fatmala hingga Coboy Junior dan masih banyak artis-artis lainnya. Ditambah dengan ending film yang begitu diluar dugaan dan pamor stand-up comedy yang sedang sangat naik daun di kalangan anak muda, tidak heran jika film ini berhasil menarik tiga ratus ribu penonton lebih pada hari ketiga penayangannya.

Film ini cukup menarik untuk saya, karena itu saya akan memberikan tiga setengah dari lima bintang untuk Comic 8. Semoga saja di masa yang akan datang perfilman di Indonesia akan semakin berkualitas dan semakin beragam sehingga penonton tidak lagi harus memandang film dalam negeri mereka dengan sebelah mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline