Lihat ke Halaman Asli

Catatan: Sudah Cukup Tentang Islam dan Cina

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak Penting apa pun agama atau sukumu... Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu..." (Gus Dur)

Isu SARA masih berseliweran dalam kampanye calon presiden tahun ini. Suku dan Agama masih menjadi sarana paling seksi untuk menyerang para calon. Bermula dari Jokowi yang diserang isu masih memiliki keturunan Cina lewat Bapaknya. Kemudian isu keturunan Cina pun berbalas tepukan, Prabowo juga disinyalir memiliki darah Cina. Ada darah Cina di tubuh Prabowo dari pihak Ibunya.Seolah minoritas adalah sebuah kenistaan, Cina dianggap sesuatu yang hina, atau mungkin ada keraguan di hati masing-masing dari mereka? Bahwa nenek moyang kita, menurut sumber sejarah yang saya dapat dari SD sampai SMP, kemungkinan besar berasal dari negeri tirai bambu itu?

Apapun, keturunan Cina atau keturunan alien, bila memang pribadi seseorang sudah ditempa oleh kebaikan dan keluhuran, jiwa kepemimpinan akan lahir untuk kemaslahatan orang banyak. Jiwa kepemimpinan tidak dapat diukur lewat darah, trah, atau kepercayaan.

Kemudian, setelah Jokowi diserang dengan isu ke-Islam-annya yang dipertanyakan dan memerlukan PDI-P -lewat facebooknya- mengunggah foto pernikahannya secara Islam, kini gantian Prabowo yang diterpa isu serupa. Lahir dan besar di lingkungan keluarga kristen bukan hal yang sulit untuk meragukan keislaman Prabowo. Padahal, untuk memeriksa Prabowo islam atau bukan kan tinggal cek KTP yang ada di dompetnya. Ingat, masih ada kolom agama di KTP seluruh penduduk Indonesia, dan sejauh yang saya ketahui -meski belum pernah lihat KTP Prabowo- ia adalah seseorang yang beragama islam.

Kadar Cina yang turun dari ayah atau ibu atau nenek moyang kita itu sungguh tak bisa ditakar, begitu pula dengan kadar iman seseorang dalam memeluk sebuah agama yang ada. Jadi, untuk menjadikan Cina dan Islam sebagai senjata untuk menjatuhkan seseorag sungguhlah bias. Bukankah untuk menjadi seorang pemimpin di negeri ini tidak harus tidak cina dan tidak harus alim dalam islam?

Dalam pilpres yang akan kita hadapi kurang dari sebulan lagi, barangkali sekarang, jika memang isu yang dihembuskan oleh orang-orang idiot yang berjiwa adu domba itu benar. Apa jadinya negara kita besok? Haruskah kita nilai Jokowi dan Prabowo yang keturunan Cina adalah dua pemimpin yang tak layak dipilih? Haruska kita boikot Pemilu karena keduanya bukanlah ahli agama yang mengetahui seluk beluk hadis serta hafal Al-Qur'an sebagai pemeluk agama?

Bahkan sekarang, Kementrian Agama, ya A-G-A-M-A sedang diterpa isu yang berbahaya? Korupsi tentang dana hajat ibadah umat Islam yaitu HAJI. Bukankah setiap yang menteri yang memimpin kementrian tersebut adalah orang yang ahli agama? Yang mengenyam baik ajaran agama dari guru-gurunya? Bukankah 'kesalahan' itu datang dari seseorang yang dianggap pemuka? ah sudahlah...

Barangkali mereka yang termakan isu SARA itu lupa. Bahwa ras dan agama tidak memberikan garansi tentang kebaikan, tentang keluhuran. Kadar iman seseorang bukan sesuatu yang pantas untuk diperbincangkan. Mari berdamai. Cukupkan kepercayaan masing-masing orang kepada masing-masing hati yang memercayai. Mari berjalan beriringan meski tulisan pada kolom 'Agama' di KTP berbeda-beda. Toh, memang begitu semboyankita, bukan? : Bhineka Tunggal Ika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline