Lihat ke Halaman Asli

Biyan Mbois

Ngestoaken dhawuh ROMO, anut ROSO

Hujan yang Berefek Sampai Jauh

Diperbarui: 14 Februari 2020   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Eh Ri, kenapa pagi-pagi muka lo cemberut gitu ?" tegur aku pada Ari teman kantorku. Kulihat dia malas banget buat menjawab. Wajahnya terlihat tambah kusut.

"Ngopi dulu yuk di pantry. Gue udah bawa gorengan juga nih," bujukku kemudian. 

Lalu kami berdua jalan ke pantry yang letaknya di belakang kantor, persis di sebelah ruang HRD.

Kuamati Ari berjalan dengan gontai. Ari ini asal Jakarta. Sudah lima tahun ini nyari duit di sebuah bank lokal Cilacap, sebuah Kabupaten kecil di Jawa Tengah. Aku sama dia sama-sama jadi Bagian Kredit. Biar sudah lima tahun di Cilacap tapi cara ngomong Ari ke teman-teman tetap saja gue - lo.

Aku gak tau kenapa pagi ini Ari tampak kusut sumpek persis baju kotor yang tergeletak di pojok kamar. Aku masih ingin bertanya sampai dia tiba-tiba berhenti untuk menjawab panggilan di telepon genggamnya. 

"Ya Mah. Coba kamu minta tolong Paman yang di Tangerang. Minta di jemput. Sementara menunggu, kamu packing barang-barang buat baby kita saja." Klik! Kudengar bunyi tombol telepon genggam mengakhiri pembicaraan.

Segera kuserobot Ari dengan berondongan pertanyaan : "Ada apa, Ri ? Bayi sama istrimu kenapa ? Kenapa harus pergi dari rumah ? Ada apa dengan rumahmu ?"

"Lo kudet apa pura-pura ngga tau sih !?" sergah Ari dengan keras. 

"Lho kenapa ? Whassap man ?"

"Liat tuh di hp lo. Ada apa di Jakarta sejak kemarin?"

"Waduh sejak kemarin hape gue mokat, "

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline