Lihat ke Halaman Asli

Biyan Mbois

Ngestoaken dhawuh ROMO, anut ROSO

Puisi | Rindu yang Patah di Tengah Musim untuk Emma

Diperbarui: 3 Januari 2020   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apakah kita selalu merindui
biarpun musim selalu berganti, Kekasihku ?
Apakah hati kita selalu menyenyawa
biarpun jaman berganti rupa ?
Apakah kita selalu seperti hujan yang datang tepat di musimnya
atau seperti matahari yang mencahaya di tepat waktunya ?

Apakah kau masih ingat bangku di taman kota
tempat kita biasa melewatkan Sabtu sore ?
Aku melihatnya kemarin
ia sudah rapuh
cat putihnya mengelupas disana-sini
Aku teriris melihatnya

"Sayang, lihatlah sepasang kakek nenek di seberang sana ? Mereka begitu bahagia. Tetap bersama sampai usia senja. Bisakah kita seperti mereka ?," tanyamu di Sabtu sore kala itu

"Aku tak tahu. Karena nanti adalah misteri. Sekarang nikmati saja saat ini" jawabku sambil kulekatkan pandanganku ke matamu

"Kamu tidak sepenuhnya menyayangiku," rajukmu sambil membuang pandangan dariku

"Bagaimana aku tak sepenuhnya menyayangimu ? Lihatlah, engkau sudah menyatu di kulit sampai jantungku
bahkan bayang tubuhku bukan lagi bayangan tubuhku tapi tubuhmu," jelasku meyakinkanmu

namun sayang, aku gagal meyakinkanmu
persis seperti gagalnya aku menangkap angin

dan Sesudah itu
Sabtu sore menjadi banyak mendung menggantung
lantas di hari-hari selanjutnya
kulalui dengan mengekalkan kepedihan
: mengenang ciuman terakhirmu

Ajibarang, 3 Januari 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline