Lihat ke Halaman Asli

Bi yani

Guru SD Muhammadiyah Sendangtirta Berbah Sleman Yogyakarta

Tak Ada yang Tak Mungkin di Hadapan Allah SWT

Diperbarui: 17 November 2022   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dalam tulisanku kali ini, aku mau bercerita tentang putriku.  Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari putriku. Ceritaku kali ini, kutujukan untuk ayah bunda yang mungkin sedang menghadapi kebingungan karena memiliki anak yang perkembangan intelektualnya agak tertinggal dari teman sebayanya. Semoga tulisanku kali ini bermanfaat bagi teman-teman kompasianer yang bernasib sama dengan saya.

Putriku lahir pada tahun 2010 yang lalu. Putriku lahir melalui proses operasi sesar. Dia lahir dengan pisik sempurna, rambut hitam tebal. Karena proses sesar, putriku dibawa ke ruang bayi dulu, karena saya masih pemulihan pasca operasi Alhamdulillah, pemulihan ku berlangsung cepat. Hari kedua setelah operasi sesar, saya sudah bisa bangun dari tidur, dan bisa duduk. Karena sudah bisa duduk, bayiku pun dibawa dalam ruangan ku. Saat putriku menangis, mungkin haus, aku mencoba menyusuinya, namun ASI belum keluar. Putriku menangis terus. Mau diberi susu formula dilarang dokter. Alhasil, putriku diberi madu sedikit yang dioleskan di bibirnya. Dua hari pasca operasi, ASIku baru keluar. Akhirnya putriku pun bisa minum ASI dengan puas. 

     

Hari keempat, kami sudah boleh pulang. Kami pulang dengan diberi pesan, hari Senin berikutnya harus kembali kontrol.  Sesampainya di rumah, semuanya terasa baik baik saja. Aku makin lebih baik, putriku pun kukira demikian. Hingga tibalah hari Senin, waktu kami harus kontrol. 

Saat memeriksaku bekas jahitan, ternyata bekas operasinya baik, bekas luka kering . Namun begitu putriku diperiksa, dokter menyarankan agar putriku diopname karena  kadar bilirubrin dalam darahnya tinggi. Berapa terkejutnya saya mendengar itu. Namun saya menolak saran tersebut, dengan alasan saya capek bila opname. Saya pun minta alternatif lain untuk mengatasi hal tersebut. Kemudian dokter memberikan penjelasan bahwa hal tersebut bisa diatasi dengan menjemurnya di pagi hari. Saya pun mengikuti saran tersebut. Putriku pun kujemur dengan posisi tanpa baju saat pukul  8 sampai pukul sembilan pagi. Dan ternyata  benar, saat  kontrol berikutnya, kadar bilirubrin putriku sudah  kembali normal. Saat mengalami itu, saya cari info tentang kadar bilirubrin. Diceritakan bahwa, jika terkena di otak maka bisa berpengaruh terhadap sel sel  otak. Maka saat diberitahu kalau kadar bilirubin dalam darah putriku sudah normal, saya merasa sangat senang. 

Setelah itu saya tak pernah memikirkan hal tersebut. Kupikir semuanya juga baik baik saja. Hingga anakku telah masuk TK, baru saya merasakan kok ada yang beda dengan perkembangan intelektual putriku. Putriku sulit berkomunikasi. Membaca juga sulit membedakan beberapa huruf, baca iqra juga demikian. Diajari membaca juga sulit. Sangat jauh berbeda dari kedua kakaknya. Bahkan setelah masuk SD pun tetap kesulitan membaca. Bayangkan, kelas tiga belum bisa baca. Baca iqro pun masih jilid satu.  Saya mulai agak kuatir. Ini bagaimana ya. Kok putriku sulit berkomunikasi, sulit memahami, dan sulit membaca. Hati ini mulai merasakan keresahan. Meski begitu, sebagai ibunya, saya tetap bersemangat untuk mengajari dan mendampinginya. Walau kadang ada bumbu bumbu drama . Tiap kali belajar pasti menangis dan marah marah. Rasanya benar - benar berat. Namun semua itu kulalui dengan sabar.

Hingga putriku duduk di kelas 6. Saat memasuki semester dua, putriku mulai sedikit berubah. Ia mulai mau belajar. Menangis dan marah-marahnya juga mulai jarang. Prestasinya juga makin baik. Dia suka matematika. Begitu celotehnya. Meski meningkat, prestasi belajarnya masih rata-rata. Walau demikian, saya tak merasa kecewa. Saya justru bangga. Dia juga membuat keputusan besar dalam hidupnya, dia menentukan  sendiri pilihan sekolahnya. Meski bisa masuk MTS Negeri, namun dia justru memilih sekolah SMP Muhammadiyah. Sekolah tersebut memang jaraknya cuma sekitar satu kilometer dari rumah. 

Karena sudah SMP, saya sudah tidak terlalu merisaukan sekolahnya. Saya cuma memantau  rutinitas ibadahnya. dan mendampinginya belajar bila ada PR matematika.  Setelah setengah semester berjalan ada Ujian Tengah Semester, putriku belajar sendiri. Dia hanya belajar denganku saat mau ujian matematika. Setelah beberapa Minggu , da pertemuan wali murid, suamikulah yang hadir dalam acara pembagian hasil UTS. Yang mengambil  ayahnya.

Saat sore harinya, saya yang baru masuk rumah sepulang mengajar, disambut putriku dengan penuh kebahagiaan. Dia berkata, " Mah, kata mam Siti nilai UTS ku rangking tiga lho!" Saya pun menjawabnya dengan melafalkan Alhamdulillah. Kucium dan kupeluk putriku penuh kasih.  

Waktu terus berlalu. Hingga suatu sore, sepulang sekolah putriku bilang, "Mah, mosok aku (masak saya) dipilih jadi peserta olimpiade matematika? Dia masih melanjutkan bicaranya, "Aku kan ora pinter. Kok dipilih si Mah" Kujawab,  "mungkin menurut gurumu, kamu bisa Nduk (Nak). Ya belajar lebih keras lagi biar bisa masuk final". Dia jawab, "Hiya"

Hingga waktu seleksi olimpiade pun tiba. Putriku pun  mengikuti seleksi olimpiade.  Setelah dua hari pengumuman hasil diberikan ke putriku. Sesampainya di rumah, putriku bilang kalau dia harus ikut final olimpiade. Saya terkejut mendengarnya. Rasanya tak percaya, benarkah kabar itu. Saya pun konfirmasi ke gurunya, dan ternyata gurunya membenarkan. Bahkan gurunya mengirimkan foto pengumumannya. Putriku benar-benar beruntung. Allah mengabulkan doaku, karena tidak ada yang tidak mungkin dalam genggaman Allah. Kuciumi pipi putriku berkali-kali. Rasanya tak percaya. Putriku yang kecilnya sulit membaca, sulit berkomunikasi itu, bisa lolos seleksi olimpiade. Namun itulah yang terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline