Lihat ke Halaman Asli

Bi yani

Guru SD Muhammadiyah Sendangtirta Berbah Sleman Yogyakarta

Pasca Cabut Gigi Jangan Abai Jika ada Keluhan

Diperbarui: 9 Oktober 2022   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Akhir Agustus yang lalu, suami saya periksa gigi karena menderita sakit gigi yang luar biasa. Ternyata gigi bungsu berlubang dan infeksi. Setelah diambil tindakan pengeluaran darah, giginya sudah sembuh. Kemudian dokter memberikan rujukan untuk cabut gigi bungsu di poli gigi salah satu rumah sakit. Singkat cerita, proses pencabutan gigi berhasil. 

      Kami sekeluarga terutama saya tentu senang melihatnya. Alhamdulillah, akhirnya suami terbebas dari sakit gigi.  Sebagai istri, jika melihat suami sakit rasanya sedih dan tidak tiga. Apalagi jika melihat kesakitan luar biasa, rasanya ikut ngilu dan jantung  terasa tak beraturan detaknya.  

      Namun Rupanya, kegembiraan kami terganggu lagi. Minggu kedua pasca cabut gigi, mulai  ada keluhan lagi. Mulut mulai sulit terbuka lebar. Dari hari ke hari makin sulit dibuka lebar. Alias makin sempit. Untuk makan dan minum mulai kesulitan. Saya pun menyarankan agar segera ke dokter, periksa lagi. Hanya saja, untuk periksa gigi harus nunggu antrian satu Minggu. Alhasil, mulut suamiku makin sempit . Menelan ludah saja terasa sakit dan perih, apalagi makan dan minum. Butuh perjuangan hebat karena harus melawan rasa sakit yang luar biasa. Lagi-  saya harus melihat penderitaan suami. Bingung harus bagaimana. 

      Karena nunggu antrian dokter gigi lama, (maklum memakai BPJS) , suami pun inisiatif periksa ke puskesmas. Ternyata puskesmas juga tidak bisa melakukan apapun, karena mulut sudah sulit dibuka lebar, sehingga peralatan periksa gigi sulit dimasukkan mulut. Akhirnya cuma diberi obat pereda nyeri. Suami pun meminum obat tersebut. Namun itu pun hanya membantu beberapa saat, nyeri hilang. Tak berapa lama sakit lagi. Begitu tiap hari , hingga tiba waktu giliran periksa di klinik. Dokternya memasukkan alat periksa namun sulit. Akhirnya dirujuk ke poli tempat cabut giginya dahulu. Sesampainya di poli, ternyata masih harus menunggu seminggu lagi baru ada dokter. 

      Nasib suamiku memang masih harus diuji kesabarannya. Sepulang periksa, justru suamiku tidak bisa bicara. Minum, makan, menelan ludah,sulit arena terasa perih dan sakit. Karena sakit terlihat tak tertahankan, dia tidak bisa tidur. Saya pun menyarankan untuk periksa lewat Unit Gawat Darurat saja Dia harus menderita sakit luar  biasa. 

     Tapi jadi dapat pengalaman baru. Ternyata menjadi orang susah bicara itu repot. Jika ingin menyampaikan sesuatu atau ingin sesuatu harus menulis. Jika pakai body language, saya sulit memahami apa yang dimaksud. Repot kan. Dan itu sudah berlangsung selama dua hari. Meski sedih, namun ada rasa geli. Saya tak pernah membayangkan, bahwa saya dengan suami akan mengalami hal tersebut. Yah semoga saja ujian dari Allah itu segera berlalu.

       Karena hari ini, kami sedang berusaha agar sakit suamiku tertangani segera. Kami pun memutuskan ke UGD.  Nasib kami masih harus diuji, berhubung hari libur, dokter giginya sedang ke luar kota. Akhirnya di rujuk ke rumah sakit lain. Dan saat menulis ini, sedang menunggu waktu eksekusi esok hari. Ya Allah, semoga Engkau berikan kelancaran proses operasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline